Vote-nya jangan lupa!
❝Bertahan sendiri dengan kehampaan, atau memulai hidup baru dengan orang yang berbeda?❞
•••
Setelah pembicaraan serius bersama Bima di taman itu, Jessi langsung berpamitan pulang ke apartemennya. Sebelumnya juga Bima sempat menawarkan diri untuk mengantar pulang Jessi, namun gadis itu menolak dengan baik-baik. Jadilah sekarang Jessi berjalan sendiri sembari menikmati arus kehidupannya sekarang––yang tampak menyedihkan.
Di tepi jalan sepasang kaki itu melangkah, bisingnya jalan raya sangat jelas terdengar di kedua telinga Jessi. Di sini sangat ramai, tapi entah kenapa ia justru merasa kesepian. Ada yang hilang dalam dunianya––Danis. Satu-satunya orang yang dengan mudah meredupkan warna cerah dalam hidupnya.
Jessi tidak paham, kenapa semua berjalan serumit dan sesakit ini? Apa mungkin semesta lebih menyukai dirinya yang menyedihkan ini? Dimana tawa bahagianya dulu? Dimana juga senyum tanpa beban yang selalu ia terbitkan dulu? Kenapa mendadak semua hilang. Dan semesta terlalu kejam telah merenggut kebahagiaannya tanpa sepengetahuannya.
Rasanya kepalanya ingin meledak atas semua pertanyaan-pertanyaan itu. Jessi lelah. Lelah akan kehidupannya sekarang. Ia sudah tidak mampu atas penderitaannya ini. Mengapa belum selesai juga penderitaan ini menghinggapi dalam hidupnya. Ingin sekali rasanya Jessi berteriak di tengah-tengah keramaian ini atas ketidakadilan dalam hidupnya sekarang.
TIN! TIN! TIN!
Jessi tersentak luar biasa. Dikala klakson mobil bersamaan dengan tarikan cepat dari seseorang menyambar dirinya. Ia melotot terkejut, menyadari dirinya yang ternyata ingin menyebrangi jalan. Astaga, Jessi bahkan tidak fokus hanya sekedar berjalan kaki.
Lalu, seseorang yang menolongnya barusan tanpa permisi menarik kedua pundaknya untuk menatapnya balik. Untuk kedua kalinya Jessi kembali dibuat terkejut, sebab melihat seseorang di hadapannya ini––Vano. Tatapan tajam itu selalu saja membuat Jessi menunduk. Tidak memperdulikan ketakutan Jessi terhadapnya, Vano cepat bersuara. "Lo mau mati?"
Jessi menggeleng tanpa suara. Ada hembusan napas berat dari lelaki di hadapannya ini. Demi apapun Jessi tidak berani menatapnya, sebab suara berat itu masih terdengar di telinganya. "Gue tau lo lagi sedih atas kepergian Danis. Lo nyari tempat untuk menenangkan diri. Tapi bukan berarti juga lo nggak memikirkan diri lo sendiri. Lo tadi hampir aja ditabrak mobil, untung gue cepat narik tangan lo!"
"Maaf..." lirih Jessi takut. Nada bicara Vano terdengar seperti memarahinya. Jessi yang sudah takut semakin dibuat takut oleh ucapan lelaki si pemilik mata tajam itu.
"Minta maaf sama anak lo, lo hampir bikin dia dalam bahaya. Huh, belum juga anak lo lahir, lo udah seceroboh ini. Gimana kalau anak lo sudah lahir? Gue takut anak lo dalam bahaya kalau sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]
Romance[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Kata orang, menikah itu sesuatu yang paling ditunggu dan diimpikan pada sepasang kekasih. Sesuatu yang menjadi momen paling berharga nantinya. Tapi mengapa untuk sepasang pengantin baru ini tidak? Tak ada senyum ketulusan...