Vote-nya jangan lupa!
❝Sebaik apapun salam perpisahan, yang namanya ditinggalkan tetap saja akan terasa menyakitkan.❞
•••
"AAAA!! VANO INI SERU BANGET!!"
Teriak gadis cantik dengan rambut panjang yang tergerai bebas. Dia Dita. Yang saat ini sedang bersama Vano––sang kekasihnya, menghabiskan waktu di mall. Sepasang kekasih itu tengah menaiki wahana komidi putar. Teriak bahagia dari Dita membuat Vano tak pernah sedikit pun memudarkan senyum hangatnya.
Kedua tangan yang mungil itu terangkat tanpa sadar di saat tawa bahagia kembali menyerang. Vano yang berada di samping tempat gadis itu selalu saja menegur atas kekhawatiran yang bagi Dita terlalu berlebihan. "Pegangan, nanti jatuh Dita!"
Dita menoleh. Ia tersenyum jahil atas teguran itu. "Nggak akan Vano, kan udah ada pengamannya."
"Mulai nggak nurut?"
Ah, jika sudah seperti itu, Dita tidak berani melawannya lagi. Dengan wajah sedikit cemberut ia cepat memegang pegangan sampingnya itu. Vano yang melihat sontak mengulum senyum, baginya itu terlalu menggemaskan.
Setelah beberapa putaran, wahana itu akhirnya berhenti. Vano cepat turun lebih dulu. Lalu berjalan mendekati Dita untuk membantu gadisnya. Selalu saja perlakuan sederhana ini membuat Dita bahagia. "Padahal aku bisa sendiri kok."
"Sama-sama," sindir Vano setelah lelaki itu selesai membantu Dita turun. Dita yang tersadar, lekas berucap, "Makasih, hehe."
"Ayo," ajak Vano. Lelaki itu sudah menarik jemari Dita untuk digenggamnya seperti biasa. Melangkah bersama mencari tempat yang menyenangkan lagi.
Di sepanjang jalan, senyum keduanya terus mengembang. Terlihat sangat serasi sekali, yang membuat orang sekitar beberapa merasa iri pada sepasang kekasih ini. Dari Dita tiba-tiba menunjuk mesin basketball. Vano yang mengerti cepat melangkah ke arah sana.
Sesampai di sana, masing-masing sudah berdiri di depan mesin basketball itu. Tangan Dita pun juga sudah mengangkat bola basket. Sebelumnya mereka sudah sepakat untuk bertanding bersama, mencetak score paling banyak. Sebenarnya bagi Vano ini terlalu mudah, bahkan ia dengan percaya diri pun sudah menebak jika dirinya lah yang pasti akan menang. Namun karena gadisnya lah, ia sengaja memperlambat tempo bermainnya. Membiarkan score Dita lebih banyak darinya.
Vano berhenti bermain, sedang ia menatap intens cara Dita melempar bola basket itu ke ring dengan asal. Ia menggeleng dengan senyumnya yang masih tertahan. Gemas dengan cara Dita bermain basket itu, Vano lantas memposisikan tubuhnya di belakang Dita. Membenarkan posisi tangan gadisnya yang tengah memegang bola basket itu. Jujur saja, Dita cukup gugup jika sudah berdekatan seperti ini dengan Vano.
Oleh penuturan panjang dari Vano, bagaimana cara melempar bola basket dengan benar, akhirnya Dita mengangguk dan melemparnya dengan bantuan tangan Vano di atas punggung tangannya. Menit terakhir, akhirnya bola basket masuk dengan sempurna ke dalam ring. Tepat saat itulah sorak gembira dari Dita kembali menggelegar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]
Romance[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Kata orang, menikah itu sesuatu yang paling ditunggu dan diimpikan pada sepasang kekasih. Sesuatu yang menjadi momen paling berharga nantinya. Tapi mengapa untuk sepasang pengantin baru ini tidak? Tak ada senyum ketulusan...