Dua puluh enam

3.7K 292 515
                                    

Vote-nya jangan lupa!

❝Kita terlalu memaksa untuk bersama, padahal dari awal kita tahu bahwa akhirnya tidak akan bahagia, justru menggores luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Kita terlalu memaksa untuk bersama, padahal dari awal kita tahu bahwa akhirnya tidak akan bahagia, justru menggores luka.❞

•••

Hari ini akhirnya tiba. Hari dimana para tamu undangan datang serempak, menghadiri pernikahan Jessica Sanjaya dan Alvano Putra Mahesa, yang bertempatan di gedung mewah Jakarta. Pasang mata yang hadir saat ini sama-sama terfokus pada sepasang pengantin yang duduk bersampingan itu. Vano––pengantin pria itu baru saja selesai mengucapkan ijab kabul, setelah beberapa kali percobaan atas grogi yang tiba-tiba menyerang dalam dirinya.

"Bagaimana para saksi?" tanya Pak penghulu kepada tamu undangan.

"SAH!!" jawab mereka serempak.

Jessi angkat pandang perlahan, sekarang ia sudah sah menjadi istri seorang Alvano Putra Mahesa. Ini betul-betul diluar dugaannya, tidak pernah terbayangkan dalam benaknya akan menikah dengan lelaki yang selama ini ia takuti, lelaki si pemilik mata tajam yang selalu ia hindari. Yang sekarang justru mau mempertanggungjawabkan hal yang tidak pernah dilakukannya.

Sadar atas keterdiaman dari Jessi, Vano menoleh padanya. Wajah cantik itu sama sekali tidak terpatri senyum tulus selayaknya pengantin yang berbahagia. Vano tahu atas semua alasannya, ia pun mengalaminya. Namun ia tidak menunjukkannya. Tidak ingin para tamu bingung atas ekspresi Jessi sekarang, Vano mengulurkan tangan tepat di depan Jessi.

"Nggak mau salim kah? Gue kan udah jadi suami lo," ucap Vano pelan.

Jessi tersadar, cepat ia menarik senyum simpul bertepatan dengan netranya yang melihat beberapa para tamu menatapnya sejak tadi. Atas ucapan Vano barusan, dengan perlahan Jessi menyalimi tangan Vano. Ini betul-betul canggung. Bahkan ini kali pertamanya ia dan Vano bersentuhan fisik.

Tepat saat Jessi mencium punggung tangannya, perasaan asing tiba-tiba muncul dalam dadanya. Mungkin itu sebuah kegugupan, pikir Vano. Menepis itu semua, Vano sedikit mendekatkan kepalanya pada telinga Jessi untuk sekedar berbisik. "Gue tau lo nggak menginginkan pernikahan ini, tapi apa bisa jangan ditunjukin secara langsung? Tolong, untuk hari ini, mari bekerjasama untuk mengabulkan permintaan terakhir kakak gue."

Setelah mengucapkan itu, Vano menjauhkan wajahnya. Keduanya akhirnya melempar senyum kepada para tamu undangan yang sudah bersorak heboh pada pengantin baru ini. Setelah selesai acara akad nikah itu, Jessi mengganti pakaiannya untuk pesta pernikahannya. Di sinilah puncaknya. Semua para tamu betul-betul tidak sabar melihat pengantin wanita memakai gaun putih yang pastinya akan sangat cantik sekali jika Jessi yang memakainya.

Di ruang ganti Jessi dibantu beberapa orang untuk memakaikan gaun putih yang dipilihnya bersama Danis sewaktu itu. Ia tidak ingin menggantinya dengan gaun lain. Gaun ini mengingatkannya dengan senyum hangat dari Danis saat mengatakan bahwa dirinya cantik. Semua kenangan dari lelaki itu tidak pernah sedikit pun Jessi lupakan sampai detik ini.

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang