Dua puluh delapan

3.8K 304 435
                                    

Vote-nya jangan lupa!

❝Aku kira kamu adalah akhir, namun ternyata kamu adalah awal dari bab selanjutnya yang berjudul luka baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Aku kira kamu adalah akhir, namun ternyata kamu adalah awal dari bab selanjutnya yang berjudul luka baru.❞

•••

Setelah kesepakatan dari Jessi di malam hari itu, keduanya kembali asing. Meski tinggal satu atap, tidak membuat keduanya berbicara santai selayaknya pengantin baru yang tinggal bersama. Bahkan Jessi pula betul-betul membatasi diri sesuai kesepakatan yang ia ucapkan. Ruang makan menjadi titik bertemu Jessi dan Vano untuk jangka waktu sepuluh menitan hanya sekedar makan bersama. Usai makan bersama, keduanya akan kembali ke kamar masing-masing. Suasana asing itu sudah berjalan tiga hari belakangan ini.

Sekarang gelapnya malam kembali tiba, di tepian kasur Vano duduk di sana. Sesekali tangannya mengusap wajah gusar entah karena apa. Vano bingung, tiga hari belakangan ini hatinya terasa tak karuan. Apalagi melihat Jessi yang terlihat tak acuh akan kehadirannya, ia seolah dianggap sosok tak kasat mata bagi wanita itu. Dan itu semua karena kesepakatan yang dibuat Jessi di malam hari itu.

Sebenarnya kesepekatan itu tidak merugikannya sama sekali, bahkan bagus, jika nanti ia pergi setelah Jessi melahirkan, ia tidak akan merasa bersalah, karena dari awal mereka tidak pernah terjebak yang namanya 'jatuh cinta'. Namun, jika selama sembilan bulan dirinya dan Jessi terus membangun suasana asing seperti ini, rasanya betul-betul canggung. Vano merasa tidak nyaman. Ia juga mendadak bingung menyusun kata untuk sekedar berbicara dengan Jessi jika ada sewaktu-waktu hal penting.

Dan sialnya, malam ini terjadi, ada hal penting yang harus ia beritahu kepada Jessi. Namun ia mendadak bimbang. Melihat Jessi yang terus mendiaminya, Vano jadi ragu. Ia juga tipikal manusia yang tak pandai memulai obrolan. Di samping tubuhnya, ada paper bag yang nanti akan ia berikan kepada Jessi. Sebenarnya, hal penting yang akan ia beritahu kepada Jessi hanyalah ajakan untuk besok pagi ke kantor Papanya menghadiri acar peresmian Alvano Putra Mahesa sebagai CEO di perusahaan Papanya. Seharusnya acara besar ini milik Danis, tetapi karena lelaki itu sudah tiada, ia yang justru menjadi penerusnya.

Di garis bawahi, kalau sebenarnya Vano tidak pernah berminat menjadi penerus di perusahaan Papanya. Kekuasaan itu terlalu besar untuk ia genggam, namun karena tidak ada lagi selain dirinya, ia harus terpaksa menerimanya. Akhir-akhir ini juga ia sedikit belajar, bagaimana cara menjadi pemimpin terbaik di perusahaan Papanya. Buku-buku tebal yang ia pelajari juga milik Danis yang dulunya dipelajari tekun oleh lelaki itu.

Danis, jadi anak tunggal di keluarga Mahesa nggak enak. Gue dipaksa jadi orang lain, bukan lagi jadi diri gue sendiri. Gue juga nggak perduli sama sekali tentang harta Papa yang akan jatuh ke tangan gue semua. Yang gue pengen cuman jadi anak bungsu di keluarga Mahesa, dan lo kembali ke posisi lo. Ambil semua milik lo, Danis! Itu yang selalu terucap di batin Vano setelah kehidupan barunya sekarang.

"Gue udah terlanjur janji sama lo, Danis. Jadi terpaksa gue harus nanggung resikonya juga. Semoga di sana lo nggak nyesel nitip Jessi dan anak lo ke gue. Karena nyatanya, gue nggak sebaik itu buat lo titipin semua kepercayaan lo," ungkap Vano sembarinya bangkit berdiri dengan mengambil paper bag itu untuk Jessi.

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang