Tiga puluh enam

4K 328 334
                                    

Vote-nya jangan lupa!

❝Terimakasih untuk peluk erat yang terkesan menjadi obat, ketika luka ku kembali menyerang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Terimakasih untuk peluk erat yang terkesan menjadi obat, ketika luka ku kembali menyerang.❞

•••

Di gelapnya malam, mobil sport hitam milik Vano melaju kencang di jalan raya. Cengkraman tangan semakin mengerat di setir kemudi dikala pening kembali menyerang kepalanya. Helaan napasnya semakin tak teratur, bersamaan dengannya menggertakan gigi atas emosi yang semakin menguasai diri. Sisi gelap Vano kembali terlihat, dimana dirinya tidak bisa mengendalikan diri di saat emosi, stres, dan frustasi sudah beradu dalam dirinya.

Ini perihal Vano yang begitu jahat––yang lagi-lagi melukai Jessi. Membuka trauma perempuan itu dengan mudahnya, dan juga menjadikan Jessi sasaran pelarian atas kebimbangan yang ia hadapi sekarang. Memang bodoh, Vano mengakui itu. Rasanya ia ingin memutar setir kemudi ini asal untuknya menghukum dirinya sendiri. Namun untungnya, hawa nafsu untuk menyakiti diri sendiri––dengan melalukan hal konyol itu terurung ketika mengingat tujuannya sekarang––ke rumah Bima untuk meminta bantuan atas kekacauan yang ia hadapi ini.

Pintu pagar yang menjulang tinggi itu sontak terbuka ketika melihat mobil milik Vano berniat masuk ke dalam halaman rumah Bima. Satpam di sana memang sudah hapal betul dengan mobil Vano, sebab lelaki itu sudah begitu sering ke rumah Bima. Setelah menghentikan mobil asal di halaman luas itu, Vano lantas keluar dari mobilnya. Kebetulan, Bima sedang duduk santai di sofa teras, melihat kedatangan Vano sekarang, cepat saja langkah kakinya menghampiri Vano dengan menarik senyum tipis.

"Mandiri juga lo datang ke rumah gue tanpa perlu gue samperin lo duluan. Udah siap nih gue tonjok? Ini gue udah emosi banget Van sama kelakuaan lo setelah dengar cerita dari bokap lo siang tadi," ungkap Bima terus terang. Sambil lelaki itu meregangkan ototnya seolah memang betul-betul ingin menghajar Vano saat ini juga.

"Tadi gue ke klub, Bim. Pulang-pulang gue malah bikin Jessi nangis ketakutan. Gue buat dia kembali mengingat kelakuan bejat Danis waktu dulu." Tatapan sayu dengan bibir yang bergerak pelan itu sudah jelas membuktikan betapa merasa bersalahnya Vano saat ini terhadap Jessi. Ia bahkan menarik kerah baju Bima untuk kembali berkata, "Pukul gue, Bim! Kasih gue hukuman atas apa yang gue lakuin sekarang ke Jessi! Gue bener-bener nyesel sumpah!"

"Anjing lo, Van!"

Bugh!

Satu bogeman mentah mendarat mulus di pipi bagian kanan Vano, menimbulkan kemerah-merahan di pipi lelaki itu. Bukannya kesakitan, Vano justru terkekeh pelan merasakan. Sementara Bima menghempaskan kepalan tangannya ke sisi tubuh, apa yang dilakukannya barusan sudah diluar kendalinya.

"Jelasin di dalam," titah Bima. Kemudian, tanpa menunggu Vano, Bima berbalik badan menuju rumahnya.

Kini dua laki-laki itu sudah duduk di sofa ruang tamu dengan jarak yang cukup berjauhan. Bima yang terkenal ceria dengan siapapun hari ini berubah serius di depan Vano, bibirnya bahkan enggan menyunggingkan senyum lebar seperti biasanya.

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang