Vote-nya jangan lupa!
❝Datang melukis cinta, pergi menggores luka.❞
•••
Guyuran air menerjang permukaan wajah Bima yang sempat terpejam beberapa menitan, membuat lelaki itu sontak mengerjapkan mata. Dilihatnya seorang gadis tengah melambaikan tangan di depannya sambil tersenyum lebar yang membuat Bima terkekeh sebentar. Tidak ada rasa takut dalam dirinya, justru Bima merasa lucu akan situasi sekarang.
"Gue akui permainan lo mulus banget, Ta. Gue aja sempat terkecoh, nggak nyangka juga ternyata dalang dari semua ini adalah orang terdekat. Gue gak tau motif lo apa, cuman gue mau mengapresiasi tindakan lo ini. Keren banget..., Vano aja sampai percaya."
Jika saja tangan Bima sekarang tidak diikat, sudah dipastikan lelaki itu bertepuk tangan heboh di depan gadis itu––Dita. Sementara Dita yang bersedekap dada hanya merespon senyum miring, seolah kemenangan memang sudah berpihak padanya.
"Rencana lo udah berjalan sempurna Ta, Jessi pergi dari kehidupan Vano seperti yang lo inginkan. Vano juga udah sepercaya itu sama omong kosong suruhan lo. Jadi, apalagi yang lo inginkan dari gue? Apa lo mau memfitnah gue seperti yang lo lakukan ke Jessi?"
Dita menggeleng. Ada tawa kecil yang sempat terselip sebelum gadis itu akhirnya bersuara. "Jangan salah sangka, aku bawa kamu ke sini hanya ingin berbicara santai saja. Kamu jangan tegang gitu, tepis jauh-jauh pikiran buruk kamu itu tentang aku, aku nggak sejahat itu juga. Yang aku mau hanya Vano. Sebelumnya, aku dan Jessi sepakat untuk mendapatkan Vano dengan cara masing-masing. Dan inilah caraku. Kalau dipikir-pikir, letak kesalahan aku nggak parah-parah banget kok."
"Nggak parah-parah banget? Lantas menghilangkan nyawa seseorang itu apa bukan perbuatan yang jahat? Lo udah bikin sahabat gue meninggal, dengan kata lain lo itu pembunuh!" Bima menekankan kata terakhir seraya menatap tajam Dita yang masih berdiri tegak di hadapannya.
Dita menggeleng tegas. Telunjuk jarinya ia arahkan tepat di depan bibir Bima untuk menyuruhnya diam sesaat. "Sstt!! Kamu nggak tahu permasalahannya, lebih baik diam saja. Dan jangan mengklaim aku sebagai pembunuhnya. Aku ini hanya perantara. Ku ingatkan sekali lagi, kalau aku nggak sejahat itu!"
"Cih!" Rasanya Bima ingin meludahi wajah gadis itu sekarang juga saking angkuhnya di hadapannya. "Enyah dari hadapan gue! Lo tetap pembunuh sahabat gue!"
Tidak ada rasa takutnya, Dita menarik dagu Bima untuk menatapnya. "Kalau kamu tetap menganggap aku pembunuh, akan aku iyakan, dengan menyingkirkan kamu juga. Keberadaan kamu itu sebenarnya mengganggu rencana-rencana aku, Bima..."
"Bangsat!! Menjauh lo dari hadapan gue!"
Dita manarik diri, lalu menengadahkan tangan seolah meminta sesuatu kepada pria bertubuh tegap yang sejak tadi berdiri sampingnya itu. Pria itu lantas mengeluarkan botol putih, kemudian mengambil satu pil obat dari sana. Bima yang melihat bergerak tak karuan di tempatnya, mencoba membuka ikatan yang begitu erat mengikat kedua tangannya di belakang tubuhnya untuk membatasi pergerakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]
Romance[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Kata orang, menikah itu sesuatu yang paling ditunggu dan diimpikan pada sepasang kekasih. Sesuatu yang menjadi momen paling berharga nantinya. Tapi mengapa untuk sepasang pengantin baru ini tidak? Tak ada senyum ketulusan...