Lima puluh enam

5.1K 361 250
                                    

Vote-nya jangan lupa!

❝Baru sadar kalau sekarang sudah berada di puncak kebahagiaan, antara percaya dan tidak, Tuhan sudah menempatkan aku pada level tertinggi dari sebuah kebahagiaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Baru sadar kalau sekarang sudah berada di puncak kebahagiaan, antara percaya dan tidak, Tuhan sudah menempatkan aku pada level tertinggi dari sebuah kebahagiaan. Satu-satunya kata yang terucap hanya terimakasih yang tak berujung habisnya.❞

•••

Memang yang namanya jodoh itu tidak akan kemana. Ke pelosok dunia pun kamu mencarinya, jika ternyata orang terdekat lah orangnya, kamu tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti halnya dua manusia yang satu ini. Hanya karena terjun memperbaiki rumah tangga sahabat masing-masing, justru amblas malah ikut terjun ke perasaan satu sama lain. Ini terlalu lucu sebenarnya, jika diingat-ingat, dua manusia itu selayaknya Tom and Jerry, jarang akur, bahkan akrab pun enggan. Namun, balik lagi pada kata-kata 'Benci jadi cinta'. Itu nyata rupanya.

Pada sebuah kertas tak tipis, tak tebal juga, tertera dua nama yang terpampang jelas di sana. Tertulis Satria Bima Perkasa & Kayra Tanisha. Sebuah undangan pernikahan yang telah dibagikan kepada Vano dan Jessi. Pesta pernikahan yang akan diselenggarakan pada Minggu ini, bertempat di pantai. Tema outdoor yang sudah direncanakan satu bulan yang lalu.

Yang namanya pesta pernikahan, pasti juga tak jauh-jauh dari hadiah menyenangkan untuk dua pasangan suami istri itu nanti. Maka itulah, di hari Sabtu ini, Jessi mengajak Vano ke mall mencari hadiah berguna dan bermanfaat untuk mereka. Menitipkan Rafa pada Omanya, sepasang suami istri itu tampak bahagia menghabiskan waktunya di tempat ramai ini.

"Kira-kira, apa ya hadiah yang bagus buat mereka?" Pertanyaan dari Jessi itu lantas terlontar pada Vano yang juga ikut berjalan mengiringi langkah perempuan itu sambil memegang es krim rasa strawberry, yang sempat mereka beli barusan.

"Udah aku bilang, rumah. Berguna banget itu," jawab Vano enteng. Laki-laki itu terlalu malas memikirkan hadiah-hadiah semacam itu. Membuat Jessi berdecak kesal meresponnya.

"Ihh, hadiahnya itu yang bisa dibawa ke sana, Vano! Masa rumah! Ah kamu mah nggak bisa diajak bertukar pikiran." Jessi menggerutu. Lalu sedikit melajukan langkahnya agar tidak beriringan dengan lelaki itu.

"Jangan marah..., aku nggak paham masalah begituan, Jess. Bingung." Vano mendekati perempuan itu lagi. Diraihnya jemari Jessi untuk kembali ia genggam. "Asal kamu tau nih, dulu waktu aku SD, temen ngadain acara ulang tahun, aku nggak bawa kado, tapi aku bawa uang seratus ribu. Terus aku kasih ke dia."

Jessi melotot, sedikit terkejut dengan cerita Vano barusan. "Ihh kamu masih anak SD udah pegang uang seratus ribu aja! Di kasih ke teman lagi. Aku dulu cuman dikasih Bunda Ayah satu atau dua ribu aja, paling banyak cuman sepuluh ribu."

"Itu aku minta ke Papa. Aku bilang temen aku lagi ulang tahun, terus mau beli hadiah, Papa malah kasih uang seratus ribu. Aku yang bingung mau dibeliin apa, yaudah aku kasih uang seratus ribu itu ke temen aku. Dia juga seneng kok."

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang