Lima belas

4.2K 343 341
                                    

Vote-nya jangan lupa!

❝Dia adalah kenyataan yang belum pernah aku angan-angan kan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝Dia adalah kenyataan yang belum pernah aku angan-angan kan. Lalu datang secara tiba-tiba memaksaku menerima kehadirannya.❞

•••

Lewat pantulan cermin, Jessi berdiri di sana. Menatap hampa dirinya sendiri yang tampak pucat dan melesu. Pembicaraan serius bersama Ayah di malam tadi rupanya cukup mampu membuat dua pasang mata Jessi sembab dengan kemerahan dibola matanya. Bahkan keributan di siang hari itu juga belum saja menghilang dipikirannya. Semua sudah disita habis oleh masalah besar yang dihadapinya sekarang.

Gadis malang itu menghembus napas gusar. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Di waktu seperti ini biasanya di ruang makan sudah tertata rapi makanan-makanan lezat buatan Bunda. Lalu sarapan bersama, dengan ditemani canda tawa yang melengkapi. Suasana yang paling ia sukai jika sudah berada di kota kelahirannya. Namun sekarang, tanda-tanda Bunda memanggil pun tidak ada. Kediaman keluarga Sanjaya tampak sunyi tidak seperti biasanya.

Berdiam diri di kamar saja bukan menjadi pilihan Jessi. Gadis itu lekas keluar, tidak perduli jika nanti bertemu Bunda dan Ayah yang mungkin akan menatapnya berbeda setelah tahu dirinya yang sudah berbadan dua. Menuruni tangga, ia tidak menemukan siapa-siapa. Entah dimana Ayah Bunda, Jessi tidak berani mencari. Mungkin di kamar, atau pergi keluar tanpa memberitahunya.

Menuju dapur, tiba-tiba perutnya kembali mual tanpa sebab. Morning sickness selalu saja menyiksanya di tiap pagi seperti ini. Padahal ia tidak memuntahkan apa-apa di kamar mandi, tetapi perutnya tetap saja terasa tidak enak.

"Ternyata, menjadi Ibu hamil itu nggak semudah yang aku pikirkan. Melelahkan sekali harus bolak-balik ke kamar mandi seperti ini," gumam Jessi, sembari meminjat pelan keningnya.

Rasa pening di kepalanya kembali menyerangi. Seraya kakinya melangkah keluar kamar mandi, gadis itu berbicara lagi. "Ah, aku gak nafsu buat makan. Sepertinya kembali tidur lebih baik."

Setelah pintu kamar mandi terbuka, Jessi sontak dibuat terkejut mendapati Bunda yang berdiri di depannya. Entah bagaimana ceritanya pula, ia tiba-tiba merasa canggung untuk sekedar membalas tatapan wanita itu. Sadar akan kecanggungan dari putrinya, Wenny segera berbicara. "Masih ngerasa mual, ya?"

Jessi mengangguk pelan dengan kepalanya yang masih menunduk, betul-betul tak berani menatap Bundanya sekarang. "Iya Bunda. Perut Jessi rasanya gak enak."

"Mau gak kalau Bunda masakin sup ayam dengan nasi putih yang masih hangat?"

Mendengar itu, cepat Jessi mendongak. "Bunda udah gak marah lagi sama Jessi?"

"Untuk apa Bunda marah?"

"Tentang kehamilan Jessi?"

Wenny meraih kedua tangan putrinya itu. Digenggamnya pelan, lalu bersuara. "Yang kemarin itu Bunda minta maaf. Bunda gak bermaksud untuk marah sama kamu. Cuman Bunda kaget. Makanya Bunda ngurung diri dulu di kamar. Menghilangkan rasa kecewa yang tiba-tiba menguasai Bunda saat itu. Tapi sekarang udah enggak. Bunda menerima kehadirannya, Bunda juga gak sabar bakal gendong dia." Sembari wanita itu berucap, tangannya mengelus pelan perut Jessi yang masih rata. Itu pula menimbulkan senyum haru dari Jessi.

I'm Promises || ᴋᴛʜ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang