41

38 4 0
                                    

Sore hari seusai pulang sekolah, Graha sibuk membantu sang kembaran persiapan pulang. Semua administrasi sudah diurus olehnya. Wajah Graha tampak gondok karena semalam kena omel habis-habisan oleh Papa karena kembarannya tidak pulang. Seribu alibi diberikan agar Gerhana selamat.

Graha menggendong tas hitam Gerhana. Ia tahu kalau adiknya tidak bisa menggendong karena tangan di gips. Pelan-pelan cowok itu membantu cowok memakai kaus pendek merah ke dalam mobil. Setelah itu lelaki yang memakai jaket kain kanvas warna army masuk, lalu mengemudikan mobil hitam sedan milik keluarganya.

Sepanjang jalan otak lelaki itu bingung mencari alasan. Kondisi seperti ini membuat Mama dan Papa pasti khawatir. Graha terus melamun sambil melajukan mobil.

“BERHENTI WOI.” Hampir saja mobil hitam menabrak mobil Range Rover di depan. Graha mengerjapkan mata dan geleng-geleng. Cowok itu mengusap wajah dengan kasar.

Graha menggerakkan persneling. “Sorry, sorry. Gua enggak fokus.” Kemudian cowok itu mencoba fokus dan bodo amat kalau nanti Mama khawatir.

Mobil keluarga Rajendra masuk setelah satpam membuka pintu pagar. Graha melepas sabuk dan keluar terlebih dahulu. Pintu mobil bagian penumpang dibuka dan Gerhana keluar. Tas hitam yang ada di bagian belakang diambil, lalu digendong sebelah.

Melihat pintu putih besar membuat sekujur tubuh anak kembar itu merinding. Mereka saling pandang dan perlahan Graha mendorong pintu. Dua remaja pria berjalan pelan supaya tidak ada yang tahu.

“Kembar, kalian ke mana saja? Kamu juga Gerhana. Semalam ke mana?!” Omelan dari suara yang dikenal membuat kedua anak cowok memejamkan mata. Meringis karena ini terdengar galak. Kompak keduanya membalik tubuh.

Suci melotot saat memperhatikan tangan putranya. “Ya ampun. Kamu kenapa Gerhana? Tangan kamu dipakein gini.” Suci frustrasi menghadapi kedua putra yang bandel minta ampun. Semalam yang satu wajahnya bonyok dan sekarang malah semakin parah.

“Rumah sakit, Ma. Aku dirawat gara-gara berantem,” jawab Gerhana santai.

“Ya Allah. Kenapa enggak kasih tahu Mama? Kamu juga Graha. Kok bisa-bisanya enggak bilang kalau adikmu masuk rumah sakit.”

“Dia yang nyuruh,” balas Graha.
Gerhana cengengesan saat ditatap galak oleh orang yang melahirkannya. “Aku enggak mau Mama panik.” Tali pada gips dibenarkan.

Gemas akan jawaban sang putra, Suci mencubit perut Gerhana. “Kamu kalau enggak bilang makin buat Mama khawatir! Haduh."

“Ya sudah, Ma. Sudah kejadian ini.”
Serbet di pundak disabetkan ke tubuh besar pria berkaus hitam. “Kamu ini enteng banget kalau bicara. Ini itu serius sakitnya. Sudah kenapa kalian berantem-berantem enggak jelas. Memangnya kalian ribut sama siapa sih?!” geramnya.

Gerhana duduk di sofa cokelat besar. “Sama pembunuhnya Gavin. Aku mau keadilan buat dia, Ma. Aku mau pembunuh itu lolos begitu saja.” Pinggiran sofa dipukul.

Suci mendekati putranya. “Sudah ikhlaskan saja. Mama sama Papa juga sudah tidak mau ungkit ini lagi. Lagian Mama yakin kok kalau Gavin juga sudah tenang. Kamu enggak usah lagi urus ini. Gavin meninggal juga karena takdir. Sudah ya sayang enggak usah diperpanjang. Gavin sedih lho kalau liat kakak-kakaknya berantem terus.” Usapan lembut pada telapak tangan meneduhkan hati.

Tangan Suci beralih ke kepala dan mengusap lembut rambut Gerhana. “Jangan berantem lagi ya, Sayangnya Mama.” Gerhana mengangguk patuh. Suci mengajak Graha bergabung dan merangkul kedua putranya penuh kasih sayang.

☆☆☆

Mata perempuan yang sudah memakai gaun biru tua dan menenteng tas kecil melebar saat melihat Gerhana sudah rapi memakai seragam batik. Di belakang ada Graha yang membawakan tas.

“Ma, aku sekolah ya,” izin Gerhana.

“Kamu apa enggak istirahat saja di rumah. Masih sakit lho itu.”

Gerhana menggeleng. “Sudah enggak apa-apa. Aku sekolah ya. Bosan ah kalau di rumah.” Tidak malu dengan badan besar. Cowok itu malah merengek.

Suci menghela napas pasrah. “Ya sudah. Ingat jangan berantem kalian berdua. Jangan tawuran!” pesan Mama. Kedua laki-laki mengangkat tangan dan menaruh jari telunjuk di pinggir alis. Setelah itu keduanya pamit.

Bersambung....

Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang