13

56 5 0
                                    

Semua murid SMA 1 Jaya Bangsa bersiap ke lapangan. Mereka sudah berganti baju dari putih abu menjadi olahraga warna biru dan hitam. Arena lomba sudah siap dan beberapa peserta lomba sudah siap di pinggir arena.

Crystal dan gerombolannya menunggu di pinggir lapangan. Mereka bukan peserta lomba, melainkan hanya suporter. Perempuan kulit putih, rambut sepunggung, badan kurus tidak terlalu tinggi menatap seorang pria bertopi merah dengan tatapan sendu.

Senyum miris terbit di bibir merah muda. Dadanya tercubit ketika melihat keadaan yang sulit baginya bersatu dengan pria idaman. Faktor penyebab ada dua yaitu beda perasaan dan beda keyakinan. Ya, Ara melihat Kenzo tengah berdoa dengan kedua tangan bertaut di depan dada.

Sekilas mata Crystal melihat Ara. “Semangat. Siapa tahu lu bisa bawa dia ke agama kita,” ucap gadis kuciran merah menyemangati.

“Harus semangat! Kan, bagus kalau dia masuk Islam.” Satu kepalan tangan diangkat dan mengentakkan ke udara.

Prit

Pak Hendri membunyikan peluit penuh semangat. Lomba pertama adalah lomba tarik tambang antara kelas 12 IPA 1 dan 12 IPS 3. Sudah ada lelaki-lelaki berbadan tinggi dan besar. Kenzo berdiri di barisan paling depan di kelas 12 IPA 1. Kelas 12 IPS 3 sudah ada Billy yang memimpin.

Permainan dimulai. Sorakan heboh dari para siswi lebih dominan. Siswa lelaki hanya gendang-gendang tidak jelas. Bagi mereka yang penting ramai. Musik lagu ‘Hari Kemerdekaan’ diputar untuk membangkitkan semangat.

“Tuh, Kenzo tanding.” Ara tersentak saat ada yang menepuk bahu.

“Eh, Tang. Bikin kaget gua aja lu.”

Gemintang terkekeh saja. “Kasih semangat dong buat Ayang babe,” ledek perempuan baju olahraga biru.

“Sudah dong. Masa Ayang tanding enggak disemangati.”

“Bagus. Anyway Crystal bukan?” tunjuk gadis itu ke sebelah kiri Ara. Ara mengangguk.

Tangan Gemintang menyentuh bahu Crystal. Badan Crystal berbalik. “Ada lu, Tang. Enggak ikut lomba?” tanya Crystal basa-basi.

“Ikut. Masih nanti,” jawab gadis membawa novel.

“Lomba apa?” Ara ikutan.

“Makan kerupuk. Gua dipaksa Kenzo tuh. Katanya 12 IPA1 harus pada berpartisipasi.” Gemintang sebal karena dipaksa lomba.

“KM yang baik,” beo Ara.

Satu titik mata hitam milik Gemintang menatap tajam cowok dengan kacu terikat di kepala. Bibir Gemintang menyeringai. Gemintang kembali menatap dua sahabat sejak SMP.

Kepalanya perlahan maju mendekati telinga Crystal. “Jangan terlalu dekat sama cowok yang pakai kacu di kepala. Dia enggak baik,” bisiknya.

Ujung alis hampir menyatu setelah mendengar penuturan itu. “Enggak baik?” tanya Crystal bingung. Gemintang mengangguk.

“Enggak baik kenapa?”

“Dia mau ja-”

“Gemintang! Dipanggil Bu Eva!” Seorang perempuan berkacamata meneriakinya sehingga memotong ucapan. Gemintang mengangkat satu jempol kepada Shifa.

Tatapan penasaran masih berkabut dimata warna cokelat gelap. “Gerhana? Dia kenapa?” Ia masih memaksa agar dijelaskan.

“Lain kali saja gua cerita. Sudah dipanggil Bu Eva. Bye.” Gemintang mundur dan balik badan. Wanita yang masuk kategori siswi unggulan sudah masuk ke kelas.

“Crys, memang si Gerhana kenapa?” Ara pun turut bingung.

Kedua bahu Crystal diangkat. Gadis itu tidak peduli meski dilanda penasaran. Dua gadis itu kembali menyaksikan lomba.

“AYANG KENZO SEMANGAT!” Semua mata langsung tertuju pada gadis yang sedang jingkrak-jingkrak. Crystal, Rania, Tari, dan Kirei hanya diam menahan malu. Kalau seandainya ada yang mau memungut Ara dengan senang hati mereka akan memberikan. Namun, mereka masih sayang dengan gadis hiperaktif di geng Broken Flower.

Sekilas mata hitam milik pria topi merah bertubrukan dengan mata hitam milik gadis pecicilan. OMG! Kenzo lirik ke gua, batin Ara. Sontak gadis itu memegang lengan Crystal, lalu digoyang-goyangkan. “Gua mau terbang ke awan. Aduh, Abang Kenzo natap gua, Tal,” ucapnya.

“Hiperbola lu. Dia liatin ke lu karena punya mata.”

“Ya Allah. Kali-kali kenapa bikin gua senang. Malah diomelin.”

Apa coba salahnya jika dia senang sedikit? Benar-benar mempunyai teman sangat luar biasa. Ara mencebik akibat ulah Crystal. Gadis itu mengambil ponsel dari saku celana hitam dan mengarahkan kamera ke arah Kenzo yang sedang mengelap wajah memakai kaus birunya.

“Ayo ke kelas, guys. Sudah gerah gua di lapangan,” ajak Crystal.

Rania menyedot es cekek. “Ayo. Gua juga sudah capek.”

Lima gadis itu meninggalkan lapangan. Orang paling belakang adalah Ara. Ara tersentak saat tangan kanan dipegang oleh tangan dingin. Gadis itu menoleh cepat hingga membuat rambut ekor kuda bergoyang mengenai wajah lelaki yang menatapnya datar.

“Ngapain, Ken.” Tadi heboh sekarang mati kutu. Kurang ajar sekali tubuhnya! Giliran jauh berani jingkrak-jingkrak. Giliran sudah datang malah nge-freeze.

Satu gerakan tangan Kenzo meraih ponsel yang masih digenggam. Lelaki itu dengan cepat merebut ponsel dan mengotak-atik. “Mau ngapain lu?” tanya Ara sewot.

Kenzo bergeming. Lelaki itu malah berselancar di galeri. Kelewatan sekali pria kulkas 5000 pintu ini. “Jangan suka foto orang sembarangan. Enggak sopan.” Ponsel warna biru diselipkan lagi pada tangan kiri Ara.

“Lah terus lu sendiri bagaimana? Datang-datang merebut HP orang terus buka-buka galeri. Sama aja gak sopan. Katanya rangking satu paralel, tapi kelakuannya begini,” sindir Ara tak kalah. Walau dia suka Kenzo, tapi kalau diperlakukan begini tetap tidak terima. Jadi, penuh keberanian semua kata-kata dikeluarkan.

Tanpa ba-bi-bu Ara segera pergi menyusul sahabat-sahabatnya. Sementara Kenzo setia diam di tempat dengan satu sudut bibir terangkat. Dia melirik ponselnya. “Lu kecil-kecil menarik juga.” Kemudian lelaki itu pergi ke kelas.

Bersambung .....

Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang