Anak kembar laki-laki tertatih untuk lanjut masuk ke rumah. Namun, mereka tidak kuat dan alhasil cuman duduk di kursi kayu cokelat sambil memegang sudut bibir yang terasa perih. Darah segar masih ada mengalir sedikit.
Graha meringis karena dia yang paling brutal diserang. “Itu manusia apa iblis dah? Datang-datang rusuh plus mukul anak orang,” omel cowok yang jambul khatulistiwa sudah berantakan.
“Jailangkung dia. Gara-gara dia gua gagal beli es. Arg!” Gerhana mengerucutkan bibir. Cowok itu mendengus kesal. Kakak kembarnya hanya bisa geleng-geleng karena tingkah sok imut cowok yang wajahnya penuh luka dan memar.
“Aduh, aduh! Itu kenapa muka kalian serem banget.” Suci, Mama si Kembar muncul dari gerbang. Wanita berkacamata hitam besar habis pulang dari arisan. Suci menyeret kursi kecil dan duduk berhadapan dengan dua jagoan.
Perempuan lipstik merah memegang rahang kedua anaknya bergantian. “Kalian berantem atau jatuh ini? Aduh, mana ngeri banget lagi. Ke rumah sakit ya,” ucap Mamanya lebai.
“Ya ampun, Mama. Ini cuman luka kecil besok sembuh,” balas Graha.
“Kecil dari mana ini? Si Abang enggak jelas, deh. Kalian tunggu sini. Mama mau ambil kotak obat.”
Mama mereka menaruh tas hitam besar di atas meja dan melangkah ke dalam. Setelah sang mama masuk, Gerhana membuka ritsleting tas untuk mengambil benda pipih yang bisa menyala.
Satu nama yang membuat dia tertarik untuk diajak mengobrol. Laki-laki kaus hitam tertawa kecil membuat orang di sebelahnya terheran.
“Nonton jorok ya lu?” tuding Graha.
Seketika Gerhana mendelik ke arah Graha. “Fitnah lebih kejam daripada tidak fitnah,” ucapnya sembari melanjutkan aktivitas yang tertunda.
“Enggak percaya gua. Mana coba lihat.” Saat pemuda berusia 18 tahun lengah, ponsel casing hitam berhasil direbut. Bibir merah muda sedikit hitam karena rokok dikatupkan untuk menahan agar tawanya tidak meledak. Pesan-pesan di dalam HP sangat jenaka.
“Ahay, jangan kebanyakan baca novel nanti kecanduan cowok fiksi. Itu bahaya karena tidak nyata. Mending sama gua yang jelas nyata. Wkwkwk.” Kedua mata cokelat tua elok milik Gerhana tiba-tiba seperti keluar laser yang siap menembak orang di depan. Sementara pria yang sedang membacakan pesan-pesan itu hanya bisa cekikikan karena respons Crystal cuek.
“Balikin HP gua.” Dengan cepat Graha menyembunyikan ponsel ke belakang punggung. Gerhana mencoba mengambil, tapi saat mau dapat malah dioper ke tangan yang kosong. Graha tidak tanggung menjahili kembarannya dengan sengaja mengangkat ponsel, lalu lelaki itu naik ke kursi. Gerhana turut serta naik di kursi yang sama. Kursi mulai bergoyang karena tidak mampu menampung berat badan dua lelaki tengil ini.
Badan mereka mulai maju mundur untuk menyeimbangkan kursi. Meski demikian, Graha tetap usil dengan mengangkat lebih tinggi ponsel milik Gerhana. Gerhana yang tidak mau semakin dibacakan percakapan dengan Crystal memilih berdiri pada salah satu sisi kursi yang digunakan untuk tangan.
“Eh, oon, lu jangan berdiri di pinggiran. Ini mau jatuh gua,” titah lelaki playboy.
“Bodo amat,” ucap Gerhana sambil mencondongkan badan ke depan. Satu tangan dipanjangkan. Graha ketar-ketir karena kursi semakin miring.
Gubrak!
Sudah terduga kalau kursi akan jatuh. Graha merengut sebal. Dia terjungkal ke belakang dan sekarang tertimpa badan besar adik kembarnya. Benda pipih dengan merek terkenal dan biasa dipakai oleh orang dengan ekonomi menengah ke atas berhasil diambil. Cepat-cepat benda itu dimasukkan ke saku celana.
“Astagfirullah, Kembar. Ampun deh. Ada bae tingkahnya. Apa kalian kurang sama luka-luka yang mengerikan di pipi kalian? Kenapa malah naik-naik kursi kayak anak TK saja.” Perempuan berusia kepala 4, rambut hitam disanggul kecil, dan memakai riasan khas ibu-ibu sosialita mengomel. Ia tidak habis pikir dengan kelakuan kedua putranya.
Graha membangunkan kursi dan dia duduk sambil menunduk. Begitu juga dengan sang kembaran. Mereka meminta maaf kepada Mamanya. Mama mereka hanya menghela napas dan mulai mengobati dua jagoan. Dimulai dari si sulung Graha.
“Kalau kalian berantem melulu mana ada cewek yang mau sama kalian.” Suci memulai obrolan. Tangannya masih telaten mengobati luka di wajah Graha.
“Ya ampun, Mama. Meski hobi berantem Graha sudah punya banyak cewek kok. Kemarin Gerha ingat kalau enggak salah dia jalan sama Sinta terus tadi pagi sebelum sekolah dia ngegodain Mbak Erni.” Muka galak langsung dicetak oleh Graha. Bisa-bisanya makhluk ini membeberkan hal itu. Apalagi ada fitnah yang mengatakan kalau dia menggoda Mbak Erni si penjaga warung yang telah lama menjanda.
Suci melempar kapas bekas dan sekarang bergantian menghadap Gerhana. “Astagfirullah, Kakak. Kamu kenapa doyannya janda sih? Kayak enggak ada gadis saja,” ucapnya sambil menutulkan kapas ke wajah Gerhana.
“Wajar sih, Mbak Erni kamu kepincut Mbak Erni. Dia ‘kan’ hot, pantatnya bahenol, sama katanya dia itu jago goyang,” sambung Suci sambil menambah bumbu gosip.
“Dulu ya. Papa kalian hampir saja naksir sama tuh janda. Kalau saja Mama tidak selangkah lebih maju sudah wah enggak tahu deh.”
“Waduh, ganjen juga ya Papa,” ucap Graha tidak sadar diri.
Lelaki itu langsung dihadiahi dengan kepala ditoyor oleh sosok mirip dengannya. “Sadar ya, Maszeh!” sinis pria penyuka jaket denim.
Suci langsung memukul pelan tangan pemuda kaus hitam. “Enggak boleh begitu,” tegur wanita memakai anting lingkaran berukuran agak besar. Hanya cengiran yang ditunjukkan oleh Gerhana.
Ibu 3 anak, tapi yang satunya sudah dikubur membuang kapas lagi dan menutup kotak P3K. “Sudah selesai. Kalian cepat sana bersih-bersih terus siap-siap ke masjid. Sebentar lagi mau magrib,” perintah Suci. Gerhana dan Graha langsung berdiri tegak dan hormat. Suci geleng-geleng kepala karena tingkah lucu mereka. Namun, saat berbalik badan dia jadi murung. Teringat anak bungsunya.
☆☆☆
Seperti biasa geng Broken Flower sedang bergosip sebelum masuk kelas. Mereka sudah membuat konferensi meja kotak. Membahas gebetan-gebetan Rania, Ara, dan Tari yang saat ini sedang menjadi topik paling top di geng tersebut.
“Ternyata si BY itu cakep juga ya,” ucap Rania. BY adalah Billy teman Gerhana.
“Dibilang juga apa. Lu itu cocok sama dia.” Ara melempar kertas yang sudah diremas kecil ke meja. “Kalau lu sama si Tama agak kurang cocok,” sambung perempuan yang hari ini memakai bando warna merah muda.
Crystal menyimak percakapan mereka. Entah mengapa hari ini minat bicaranya sedang turun drastis. Dia seakan kehilangan semangat. Apa karena waktu pulang sekolah dia tidak sengaja melihat Reyhan dan Davina sedang suap-suapan di warung bakso? Rasa cemburu itu menggerogoti hatinya sampai terbawa hari ini.
Crystal memang berniat untuk move on, tapi sulit sekali untuk dijalani. Reyhan adalah cinta kedua karena yang pertama itu ayahnya. Dia tidak bisa melepaskan begitu saja pria asing yang tiba-tiba mencuri hatinya dan sampai 8 tahun.
Ting
“Siapa nih,” gumam gadis kacamata berbentuk oval dengan bingkai tipis. “Gemintang? Tumben dia chat gua.”
Gemintang
Tal
Pokoknya lu enggak boleh dekat
sama Gerhana anak IPSLah emang kenapa?
Udah nurut sama gua
Gua enggak mau lu sakitBersambung ....

KAMU SEDANG MEMBACA
Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)
Novela JuvenilGerhana Rajendra. Cowok tampan, kaya, dan berhati mulia. Dia punya prinsip tidak akan menyakiti wanita. Namun, suatu hari Gerhana main TOD dan dapat dare. Dare yang diberikan adalah menjadikan salah satu anak 12 IPA 2 yang kelasnya terkenal wanita s...