22

48 5 1
                                    

Gerhana CS saat ini sedang duduk-duduk santai di Warung Mbak Monik. Menikmati sebatang rokok dan satu cangkir kopi. Jam istirahat mereka habiskan di tempat ini. Tempat yang tinggal beberapa bulan lagi akan jarang mereka kunjungi.

Di ujung kursi kayu panjang tampak seorang pria dengan kacamata ala Korea sedang melahap mi instan pakai telur dan bakso. Mi itu diseruput sampai terdengar suaranya. Saking enaknya ini sampai-sampai Billy enggan ikut mengobrol.

“Nikmat, Bang?” tegur Tama dengan senyuman tengil khasnya. Pasukan Bima Sakti menoleh sambil tertawa pelan karena menurut mereka kalau si paling pendiam kalau lagi menikmati makan itu lucu.

Selembar tisu diambil dan dibuat lap mulut. “Banget,” ucap Billy seraya membuang bulatan tisu ke tempat sampah yang ada di sampingnya.
Gerhana baru kembali setelah beberapa menit lalu membayar tagihan makan dan rokok dia dan teman-temannya. Laki-laki yang hari ini memakai jaket kulit hitam langsung duduk di antara Billy dan Tama. Ikut menyimak obrolan yang sempat tertunda.

“Udah enam belas hari. Bagaimana si Crystal? Udah takluk sama lu?” tanya Tama.

“Belum. Dia masih gamon sama gebetannya kayaknya.” Bungkusan permen karet dibuka dan kembang gula warna merah muda dimasukkan ke mulut. “Terus juga gua sudah melakukan hal romantis, tapi tetap enggak ada respons. Ada sih respons, cuman kayak sebagai teman,” sambung Gerhana dengan tatapan menerawang.

Satu tangan Tama merangkul pundak Gerhana. “Lu coba deh kasih jurus maut lu. Pasti dia klepek-klepek,” saran lelaki yang memakai kalung T.

Kerutan terlihat jelas pada dahi Gerhana. “Jurus maut? Sejak kapan gua punya jurus maut?” Gerhana bertanya bingung.

Cowok sweater cokelat susu berdecak. “Jurus tarik ulur. Dulu lu suka begitu bukan?”

“Iya. Itu dulu. Masa sekarang gua lakuin. Nanti kalau gagal bagaimana?” tanya Gerhana pesimis.

“Ini enggak akan terjadi. Gua pastikan si Crystal bakal nyariin lu. Trust me. Jadi, saat lu jauhin dia, nah, lu langsung siapin bahan TOD.”

Suara decakan terdengar entah dari siapa. Kalau di dengar sih, suaranya dari belakang. Gerhana dan Tama kompak menoleh. Ada seorang pria dengan jaket varsity biru dongker dan memakai topi merah dibalik sedang bersedekap dan menyandarkan tubuh ke tiang.

“Parah banget lu, Tam.” Graha menempeleng kepala Tama. “Lu itu harusnya mengajarkan hal baik ke teman. Bukan hal buruk.” Gelas entah milik siapa diambil dan menuangkan air ke dalamnya.

“Kayak lu enggak parah aja,” sinis Tama.

“Gua meski parah, tapi enggak mengajarkan hal buruk ya.”

“Iya deh.”

Tama kembali menghadap Gerhana. “Listen to me. This is both a gamble and a dare. If you don't want to be called weak, do this.

But, how if i will not finish this dare?

You're a coward!”

☆☆☆
 


Perempuan memakai jaket merah, menggendong tas hitam, dan menenteng botol minuman besar yang dari tadi belum dimasukkan ke tas sedang berjalan bersama 4 kawannya menuju gerbang depan. Untuk ke gerbang, mereka harus melewati lorong yang panjang.

Di lorong kelas 12 IPS mulai ramai anak lelaki. Bermain gitar dan menggoda wanita adalah hobi mereka. Dua pria yang tidak ikut menggoda cewek yaitu Gerhana dan Billy. Dua anak SMA memakai batik motif daun paling malas jika harus seperti itu.

Saat melihat kumpulannya Crystal, Gerhana bangkit dan masuk ke kelas. Dia ingin mengikuti saran dari sahabat lucknutnya. Crystal yang menangkap hal itu menjadi bertanya-tanya. Pikiran negatif menghantui dan mengatakan apakah ada salah dengan pria itu.

Billy mengangkat satu tangan. “Ra-” satu kata yang belum selesai diucap harus dihentikan karena dia melihat Tama sudah menghampiri cewek surai hitam terurai. Obrolan keduanya bisa dikatakan cukup seru sampai Rania tertawa sambil menutup mulut. Tangan yang hendak dilambaikan kembali ia turunkan.

“Billy.” Jantung lelaki itu berhenti berdetak karena mendengar suara lembut itu. Cewek idamannya tersenyum sambil melambaikan tangan yang masih menggenggam ponsel mahal berukuran kecil.

Tidak mau kesempatan itu hilang, Billy pun membalas. Laki-laki itu juga memberikan senyum yang tak kalah manis sehingga membuat siapa saja diabetes. Setelah aksi sapa menyapa barulah 5 perempuan itu keluar.

Rania menyelipkan rambut ke telinganya. “Gua jadi bingung sama hati gua. Si Tama lucu banget terus si Billy tadi manis banget senyumnya. Duh, jangan-jangan gua nge-crushh-in dua cowok lagi. Omegat,” hebohnya.

Maruk bener lu, Ran. Gua aja satu belum kelar,” kata Crystal.

“Makannya move on,” ejek gadis dengan tinggi badan 155cm.

Crystal mendelik mendengar hal itu. “Susah,” rengeknya.

“Coba deh lu cari hal dari dia yang bikin lu ilfeel. Pasti move on. Percaya dah sama gua.” Rania memberikan usul.

Usul ini bisa dipertimbangkan dan bisa dicoba. Oke mulai besok akan dicoba.

“Wah, sudah mau sampai parkiran. Bye guys,” pamit Crystal.

“Dadah.” Tari ikut melambaikan tangan karena dia pulang bersama Crystal.

Bersambung .....

Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang