27

57 7 1
                                    

Empat lelaki berkaus hitam sedang sibuk di sebuah taman yang sengaja disewa. Memasang balon-balon dan juga hiasan bunga untuk mempercantik taman. Mereka ditemani oleh bulan purnama yang malam ini bersinar terang.

Suara gergaji memotong kayu terdengar kencang. Papan ini sulit sekali untuk dipotong. Dengan sabar dan telaten lelaki memakai kacamata oval mengerjakan tugas. Setelah terpotong dan sudah dibentuk love, Billy mengambil cat dan mengoleskan susunan kata di sana.

Di sudut taman ada pria memakai singlet hitam sedang mempercantik kolam. Eceng gondok dan segala macam kotoran sudah dibuang. Gerhana mengambil beberapa ikan Koi yang dia beli sejak pulang sekolah.

Tama, Jo, dan Graha menyapu taman luas ini. Masing-masing dari mereka sudah mendapat sudut yang harus disapu. Graha dapat di dekat pohon beringin. Lelaki itu berulang kali meneguk ludah karena menahan takut.

“Jo, jahilin si Graha kuy?”

Jonathan mengangguk semangat. Dua lelaki itu menyandarkan sapu lidi di pohon mangga. Mereka ke gazebo untuk mengambil kain putih yang nanti berguna sebagai latar. Cepat-cepat kain itu dibentangkan di belakang kepala mereka dan kedua pria itu menyatukan kain layaknya memakai kerudung segi empat.

Tama memegang kain dengan satu tangan. “Buruan nyalakan senter,” titahnya.

Dengan susah payah Jo mengambil gawai, lalu memencet tombol senter. Dua lelaki itu mengendap-endap supaya tidak ketahuan. Tepat di belakang Graha–Tama memutar suara orang tertawa nyaring. Graha mengusap tengkuk karena merasa bulu kuduknya berdiri.

“Graha,” ucap Tama diseram-seramkan.

“Grahaaaa.” Jo ikut membuat suasana menjadi horor. Senter sudah siap di dagu.

Sekujur tubuh lelaki hoodie hitam mulai bergetar. Kedua kakinya sudah bergoyang dan kandung kemih mulai penuh. “Woi! Jangan nakutin gua dong. Enggak lucu!” bentak pria itu.

Tama dan Jo cekikikan. Sebisa mungkin tawa mereka redam. Lagi-lagi kedua lelaki itu menyuarakan tawa seram. Ditambah Jo mencolek telinga Graha.

Kepala Graha lambat-lambat menoleh ke belakang. “AAAAAAAA.” Pria itu teriak melihat sosok dua pria dengan wajah bercahaya dan memakai kain putih. Kedua tangannya menangkup mata.

“AAAAAA.” Jo dan Tama refleks ikut teriak. Karena mereka memakai kain bersamaan membuat pergerakan menjadi susah. Jo ingin ke kanan sedangkan Tama ingin ke kiri. Alhasil mereka bertumbukan dan terjungkal ke belakang.

Graha yang hafal suara rintihan itu menoleh ke belakang. “Oh, lu berdua pelakunya! Enggak ada akhlak lo berdua!” amuk Graha.

“Hehe. Hampura atuh akang Graha.” Tama menyatukan kedua telapak tangan dan diangkat setinggi mata.

“Gua kira setan. Eh, tapi kalian memang setan.”

Jo melepas kain itu dan membiarkan bertengger di kepala Tama. “Sialan lu. Ganteng begini lu katai setan.” Sebuah tinju pelan langsung dihadiahi oleh Jo.

“Woi! Lo bertiga buruan selesaikan kerjaan! Gua sama Billy sudah mau pulang!” Dari dekat gazebo Gerhana berteriak. Lelaki itu sudah memakai jaket yang ritsleting ia tarik sampai atas.

Graha, Jo, dan Tama mengacungkan jempol tanda sudah. Sapu-sapu dibawa dan dikembalikan ke tempat semula. Tak lupa kain itu segera dipasang oleh Tama. Tama orang yang gesit sehingga hanya dalam waktu 1 menit sudah selesai. Sekarang taman sudah terlihat cantik dan siap untuk dipakai besok.

☆☆☆

Di depan jendela, seorang gadis sedang duduk sambil melihat bulan di atas langit. Dia sedang galau malam ini. Lagi-lagi perasaan akan masa lalunya kembali datang. Salahnya juga karena habis menonton video galau.

Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang