48

52 5 1
                                    

Crystal melambaikan tangan kepada sang pacar. Pelan-pelan pintu pagar itu mulai tertutup. Gadis itu masih penasaran apakah laki-laki bertubuh tinggi besar itu masih setiap di depan rumah? Kedua lutut perlahan turun dan ia mengintip dari celah pagar.

Peka kalau ada yang melihatnya, Gerhana merendahkan tubuh. Ibu jari dan telunjuk disatukan menjadi ‘hati kecil’. Jari yang dibentuk itu dicium dan disodorkan kepada gadisnya. Gadis itu tertawa rendah dan geleng-geleng. Walau demikian, pacar kesayangan Gerhana membalasnya persis dengan apa yang ia lakukan tadi.

Gerhana mengangkat telapak tangan, lalu diayunkan. Badan tinggi itu ditegakkan lagi. Gerhana duduk di atas motor biru kesayangan sembari memakai helm. Sebelum pergi suara klakson dibunyikan tanda pamit.

“Hati-hati, RP.” Kaki Crystal berjinjit. Kepala gadis itu muncul di atas pagar. Lambaian tangan terus menyertai lelaki tersebut sampai sosok besar itu menghilang di belokan. Crystal mengembuskan napas dan masuk ke dalam.

☆☆☆

“Kamu punya pacar?”

Nada dingin itu mengalun di telinga Crystal. Mata Crystal terpatri pada ponsel yang entah kapan sudah ada di genggaman sang papa. Saliva di dalam mulut sulit turun ke kerongkongan. Dampak dari takut luar biasa.

Crystal ikut duduk di kursi seberang Ilham. “I-iya, Pa,” cicitnya.

Ilham menggeleng kecewa. “Papa sudah sering bilang tidak boleh pacaran. Pacaran itu dosa, Crystal. Do-do-sa. DOSA,” tekan lelaki setengah baya di kata terakhir.

Ilham meletakan ponsel milik Crystal di meja. “Kamu itu masih kecil. Belum waktunya juga buat pacaran. Kamu harus fokus sekolah. Fokus hafalin Al-Qur’an. Bukan malah pacaran!”

“Mama juga pernah bilang ‘kan kalau kamu harus tingkatin ibadah. Mama juga pernah melarang kamu pacaran.” Mama Crystal ikut menimbrung.

Bisa dipastikan saat ini mental Crystal sedang terombang-ambing.

“Sekarang kamu telepon pacar kamu! Putusi dia sekarang! Mulai besok kamu Papa antar terus pulang dijemput Mama.” Benda pipih itu dipaksa untuk dipegang oleh putrinya. Ilham memberi tatapan tajam yang membuat anaknya menurut.

Dengan gemetar gadis itu memencet nomor Gerhana. Cepat sekali laki-laki itu mengangkat telepon. “Ger, aku mau ngomong se-sesuatu.”

“Ngomong apa sayang?”

“Mulai sekarang jangan panggil aku sayang lagi, jangan panggil dengan sebutan my beloved girlfriend, sama kita kembali ke gua-lu.”

“Maksudnya gimana ya?”

Let’s break up. My dad has already known our relationship. Bye, Gerhana.”

Tanpa menunggu jawaban dari mantannya, Crystal menutup panggilan. “Sudah, Pa,” lirihnya.

“Bagus. Asal kamu tahu. Kalau kamu pacaran itu sama dengan siap menikah. Memangnya mau kamu Papa nikahkan sekarang?” Anak gadisnya hanya menggeleng lemah. “Masih beruntung Papa tidak menikahkan kamu sama pacarmu. Masih untung hanya disuruh putus. Sekarang kamu masuk ke kamar,” titah Ilham yang langsung dituruti.

Setelah anak gadisnya melangkah, Ilham menatap sendu punggung mungil itu. Bukan ingin membentak atau melarang anaknya jatuh cinta, tapi Ilham tidak mau Crystal sakit hati. Ia tidak ingin juga kalau Crystal menjadi anak bodoh yang tidak fokus sekolah karena terlalu buta akan cinta. Ilham juga takut kalau anaknya masuk neraka.

Maafkan Papa ya, Nak. Ini yang terbaik buat kamu.

Bersambung ....

Gerhana Untuk Crystal (Udah Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang