"Jika kurebut ia dari Tuhannya, apakah keraguanmu tentangnya akan sirna?"
***
Belanja bulanan yang menjadi rutinitas kami ini selalu dihadiahi piring kaca dari pembelian detergen.
Bayangkan selama setahun ini kami mendapat 24 piring. 2 lusin dengan ukuran sama dan warna yang sama. Tentu itu menjadi koleksi Chika pada kitchen setnya.
"Ini lumayan kalo ada tamu pake ini, daripada harus ngeluarin duit buat beli piring banyak." Ucapnya kala itu.
Jika kuingat-ingat, Ibuku di rumah pun seperti itu. Fix berarti Chika sudah cocok menjadi ibu-ibu.
Karena dia berkata sudah lelah seharian ini. Dan baru saja menghabiskan Cheese Burger favoritnya yang kubeli tadi. Malam ini tidak ada acara makan malam diluar.
Dia pun tidak memintaku untuk memasak.
Membawa 2 kantong besar belanjaan kami, aku mengekori Chika menuju unitnya terlebih dahulu.
"Simpen disini ya yang." Aku menaruh belanjaannya diatas meja pantry.
"Iya yang makasih, aku mau langsung mandi gerah banget." Ucapnya.
"Ikut boleh?" Aku hanya bercanda untuk ini.
"Boleh, tapi nikahin aku dulu." Jawabnya. Aku yang telak karena tidak bisa menjawab apapun lagi.
Sebelum dia benar-benar masuk ke kamar mandi aku pamit menuju unitku.
"Pasti orang itu akan ngerengek laper, sok sokan ditawarin makan kagak mau. Liat aja nanti." Ucapku pada diriku sendiri.
Aku mulai memilah belanjaan untuk ditata lebih rapi. Memasukannya pada kulkas atau menyimpan dalam kabinet kitchen set.
"Spaghetti bolognese enak kali ya? Atau nasi goreng?" Karena aku takut Chika lapar jadi aku memutuskan membuat spaghetti, lebih cepat daripada harus memasak nasi terlebih dahulu.
2 porsi spaghetti sudah selesai dan aku pun sudah mandi serta sholat maghrib. Tapi Chika tidak ada tanda-tanda kesini. Atau sekedar memberi kode untuk aku kesana pun tidak.
Karena tidak ingin mie buatanku dingin, kubawa dengan sedikit kesusahan menuju unitnya.
Kadang aku berpikir apakah bisa pintu apartemen terbuka karena sensor wajah. Karena menempelkan sidik jaripun jika membawa 2 piring seperti ini ribet sekali.
Tidak ingin hilang akal, aku menyimpan piring dilengan kiriku yang kutempelkan pada badan. Setelah terbuka. Aku tidak mendapati Chika di sofa seperti biasa.
Kujelajah unitnya yang kecil ini rupanya dia sudah tidur di kamar dengan piyamanya.
[Sakit atau kenapa ni orang?]
Badannya tidak panas, tapi nafasnya sudah benar-benar teratur.
"Kasian kayanya kecapean." Kukecup pelipis matanya dengan perlahan. Setelah membetulkan selimutnya kutinggalkan kamarnya dengan tenang.
"Gapapa ya, malem ini kita makan sendiri." Ucapku.
Aku menghabiskan satu porsi untukku. Bagian chika kusimpan di meja pantry dengan penutup makanan.
Karena takut sewaktu-waktu dia terbangun dan lapar, setelah sholat isya aku memutuskan untuk tidur di sofa miliknya malam ini.
[Gak tega ninggalin dia sendirian.]
***
Tanpa kabar apapun Ibuku dan Kak Anin mengunjungi kediamanku hari ini, karena masih jam kantor aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Aku tidak ingin ada absen yang kubuat pada bulan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cintaku
FanfictionTuhan memang satu, kita yang tak sama. "Akan seperti apakah akhir dari kisah ini?" Monolog Chika. #1 - Aran (6May) #1 - bedaagama (30June)