20.

235 37 12
                                    

"Aku jadi ambil penerbangan yang weekend dini hari ya. Kelas ekonomi aja gapapa lagi hemat soalnya."

Entah keputusanku ini akan tepat atau tidak yang jelas aku harus melakukan ini setidaknya untuk diriku sendiri.

Berharap semua akan berjalan sesuai rencana. Jika pun tidak, biarkan saja itu menjadi takdir Tuhan. Tugasku hanya berusaha, bukan seperti itu?

Selama satu bulan ini aku sering pulang pergi menuju rumah. Ibu akan memintaku menetap di sana saat akhir pekan.

Tentang Adzana, Ibu masih gencar sepertinya membuatku untuk bisa dekat denganya. Padahal jelas-jelas aku tidak suka, Ibu pun tahu bahwa hubunganku dan Chika sudah selesai tapi tetap saja Ibu belum menerima sepenuhnya atas hal yang sudah terjadi.

Seperti akhir pekan minggu ini rasanya aku tidak ingin pulang. Kak Anin bilang Ibu mengajak makan malam dan bersilaturahmi ke rumah Adzana.

Pikiranku sudah jauh, apakah mungkin ibu ingin melamar Adzana untukku.

Aku harap tidak!

"Ya Allah, aku maunya Chika." Ucapku sambil membanting hp ke kasur.

"Ya Allah aku maksa ini mah, titip Chika biar jadi jodohnya Zhafran." Lirihku pelan.

Aku menghamburkan badan ke atas kasur dengan posisi tengkurap.

Bisa kulihat wajahku pada kaca yang menempel di pintu lemari.

"Jelek banget lo banyak jambangnya."

"Chika ngomel gak ya kalo jambangnya dipanjangin?"

"Chika..."

"Chika..."

"Chik...a."

Hari ini terlalu lelah, yang bisa kulakukan hanya menyebut-nyebut namanya sampai kesadaranku habis dalam lelap.















***
















"Assalamualaikum.."

Tok.. Tok.. Tok..

"Permisi.."

"Paket.."

Tok.. Tok.. Tok..

Tok..

"Sabar kenapa sih, lagian kenapa gak lewat pintu belakang. Ibu lagi di dapur." Ucap Kak Anin.

Sore ini setelah pulang dari kantor aku langsung menuju rumah Ibu. Terserah Ibu akan berniat apa, yang jelas pilihanku tetap Chika.

"Heee.. males Kak."

Aku menerima uluran tangan Kak Anin yang maksudnya adalah menyuruhku untuk bersalaman dengannya. Kukecup tangan kanannya lalu pipinya.

"Sayang Kaka." Ucapku.

"Bibir lo bau minyak jelantah. Abis makan gorengan ya lo?" Tunjuk Kak Anin.

"Ngadi-ngadi, wangi kok gue tadi cuma makan savory toasted tuna terus makan sambel goreng kentang yang ada petenya."

"Sikat gigi cepet ih, bau."

"Nanti ajalah, cape."

Aku meninggalkan Kak Anin dan mencari Ibu ke dapur.

"Ibu masak apa?" Aku mencium pipi ibu dan memeluknya dari belakang.

"Astaghfirullah, Aran! Kaget tau."

Aku hanya terkekeh dan kembali mencium pipi Ibu.

"Kapan dateng?" Tanya Ibu.

"Barusan, aku bawain toast kesukaan ibu." Aku melepas pelukan dan mengangkat box yang sebelumnya kusimpan di atas meja makan.

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang