30.

412 64 25
                                    

"Kayanya aku duluan deh, nunggu kamu mah lama. Keburu lebaran haji."

Aku tersenyum tipis dan meliriknya.

"Jadi gak mau nungguin nih?" Tanyaku.

"Kelamaan. Aku bisa aja sih nunggu, tapi yang ditunggunya bisa memastikan engga?"

Aku mencoba berpikir dengan menghindari tatapan Chika.

"Ibaratnya gini wir, kamu lagi laper banget pengen makan ketoprak buatan aku. Which is aku yang bukan tukang ketoprak ini demi memenuhi keinginan kamu akan berusaha membuat ketoprak, prepare all the things buat bikin si ketoprak itu yakan. Lama kan pasti, iyakan?" Chika masih meneruskan kalimatnya.

"Misal 2 jam ya, tapi kan kamu laper banget nih. Bisa nunggu gak? Kamu bilang bisa. Tapi tiba-tiba ada tukang bakso lewat. Teng.. Teng.. Teng.. Perut kamu udah gak bisa nahan lagi karena emang belum makan. Kamu ragu antara nunggu aku atau pesen bakso yang lewat itu tuh."

"Aku pesen baksolah. Nanti kalo ketopraknya udah jadi aku lanjut makan ketoprak." Potongku.

"Hhmmmm.. padahal aku belum selesai cerita." Chika mengubah posisi duduknya menjadi sedikit berjarak.

"Eh belum selesai ya? Emang maksud kamu gimana?" Tanyaku sedikit menyesal.

Dia hanya diam saja tidak menjawab. Tarikan nafasnya cukup dalam.

Apakah Chika marah? Aku salah berbicara?

"Maaf ya udah motong pembicaraan kamu. Coba dilanjutin aku dengerin sampe selesai." Aku berusaha membujuk agar ia mau kembali melanjutkan ceritanya.

"Haha, gak usah. Kamu kan udah milih pesen bakso. Jawaban kamu udah menggambarkan kok." Tawa Chika bukan tertawa karena senang. Itu lebih mirip tertawa hambar yang menunjukkan rasa lelah.

"Yaudah atuh aku minta maaf ya cantik. Aku kan gak tau kalo itu ada maksudnya."

"Kita ngobrolnya besok-besok aja deh. Cape aku hari ini. Kamu mau tidur disini atau di unit kamu?" Ada nada emosi dalam kalimat tanyanya.

Duhhh bego emang ini mulut. Kenapa jadi begini coba.

Harusnya tadi gue diem aja gak usah nyaut. Berabe kan kalo udah gini. Mau ngebujuk sayang-sayangan juga kan gak jelas statusnya sekarang apa.

Aran bego banget lo Ran.

Chika beranjak dari sofa menuju kamarnya. Ingin aku tahan tapi melihat mood nya yang seperti itu jadi serba salah. Tapi jika aku biarkan pun akan semakin salah.

Emang Eli benar, aku bodoh.

Chika menutup pintu kamarnya cukup keras. Jam menunjukkan pukul 10.16, ice cream? Coklat? Atau apa yang harus aku beli agar moodnya lebih baik.

Hari ini benar-benar buntu. Sudah kubilang bahwa aku harus menunda obrolan dengannya. Otakku kali ini benar-benar tidak sampai.

Drrrtttt…

Chika

Gak peka banget sih jadi cowok, apa-apa mesti di dikte
Kamu tidur di unit kamu aja sana


Mati aku! Apa yang salah? Salahnya dimana? Aku benar-benar tidak tahu. Tidak mungkin juga Chika sedang period. Tadi dia sholat isya berjamaah pun.

Aku memaksa diri untuk menyusulnya ke kamar. Berharap pintunya tidak terkunci.
Dan, gotcha!

Pintunya terkunci.

"Sayang.."

"Chika.."

"Please bukain dulu, maafin aku kalo aku salah. Jangan gini dong, ayo buka dulu."

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang