35.

258 44 13
                                    

“Panik ya belum kesebut?” Godaku.

“B aja sih.” Jawabnya cuek.

“Ah masa?”

“Tau deh.” Tawaku pecah hanya dengan menggodanya seperti ini. Padahal tadi jelas aku begitu lelah setelah perjalanan dari rumah, tapi saat ini lelahku menguap begitu saja.

Mungkin ini yang dimaksud orang dengan laki-laki disaat lelah dengan semua bebannya ia akan menghampiri wanitanya untuk meredakan lelah. Ternyata sesederhana ini.

“Mandi sana, nanti abis mandi biar makan.” Chika menyalakan kompor dan aku melihat ada tempe potong yang terendam air bumbu yang sudah dikeluarkan dari kulkas.

“Oke. I love you.” Ucapku.

“Ya.” Jawaban Chika tidak memberikan kepuasan.

“I love you sayang.” Kataku lagi.

“Ya, love you.” Sial dia menghiraukanku. Minyak goreng sudah ia tuang ke dalam wajan. Aku menghampirinya dan kutarik lengan kanannya agar ia segera berbalik menghadapku.

“I love you.” Ucapku menatap dalam matanya, seolah memohon.

“Haha iya iya, i love you too.” Kumatikan kompor dan segera mengangkat tubuhnya ke atas meja buffet.

Tidak. Kali ini bukan sekedar kecupan, aku melumatnya kasar. Bibir atas dan bawahnya kuhisap bergantian. Sesekali aku gigit pelan dan mendengar desahannya yang samar.

Kedua tanganku masih membungkus sisi wajah Chika. Lumatan ini dibalasnya dengan tak kalah kasar. Lidahku sudah ia hisap berulang kali. Rasa manis dari salad yang masih tersisa di lidahku bercampur dengan rasa lip balm yang ia gunakan, strawberry. Bibir Chika rasa strawberry dan aku menyukainya.

Suara decakan mulai terdengar nyaring, Chika sudah mengalungkan tangannya di leherku. Sementara tanganku sebisa mungkin kutahan agar tidak melampaui batas.

Ada banyak hal yang harus aku pertahankan mulai saat ini, salah satunya adalah gejolak hasratku. Aku tidak ingin membuat Chika kecewa dengan pilihannya kemarin. Meskipun rasanya sangat tidak tahan dan sedikit pusing, tapi sepertinya mandi dengan air dingin lebih baik untuk waktu sekarang ini.

“I love you.” Ujarku disela-sela hisapan dan lumatan yang saling berkejaran.

“I love you more.” Jawabnya pelan.

Aku menarik diri dan mengusap sudut bibir Chika. Dia sedikit salah tingkah dengan membuang pandangannya kearah sembarang.

“Aku tinggal mandi nggak bakal kamu siram minyak kan?” Aku sedikit ragu menanyakan ini, pasalnya dulu ia pernah ingin membunuhku hanya karena aku berhenti melakukannya.

“Hahah, nggak lah. Paling aku getok pake ulekan yang banyak cabenya.”

“Duhh lebih ngeri ternyata. Mau sih dilanjutin tapi nanti bahaya ah. Mandi aja ya aku?” Tanyaku sekali lagi.

“Iya Mas, udah sana dari tadi nggak jadi-jadi.” Tubuhnya masih terkungkung oleh kedua tanganku yang bertumpu pada sudut buffet.

“I love you.”

“I love you too the moon and back.”

Satu kecupan aku daratkan sebelum benar-benar keluar dari unit Chika. Kubiarkan gadisku itu menyelesaikan pekerjaannya di dapur.







***





Tiga bulan sudah berlalu sejak Chika mengucap dua kalimat syahadat dan selama itu pula dia benar-benar belajar banyak.

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang