"Membuatmu kembali tertawa itu adalah tugasku, membuatmu selalu tertawa adalah kewajibanku."
***
"Sayang ada yang ngeDM nih, bilang Selamat Kak Aran, kata ibu sidangnya besok. Namanya Ana Adzana." Kata Chika.
Mati aku, padahal aku belum update apapun. Buka instagram saja belum.
"Hah siapa kak?" Tanya Marsha.
"Ana Adzana. Kamu kenal?" Chika menolehkan kepalanya ke belakang dimana posisi Marsha berada.
"Ana Adzana usernamenya @dzananana bukan?" Koreksi Marhsa.
"Iya itu."
"Iihhh dia temen kuliahku tau."
Dunia sempit banget. Sampai Marsha pub harus mengetahuinya.
Aku masih tenang, tidak ingin membuat Chika banyak bertanya-tanya.
"Oh temen kuliah, sekelas Sha?" Chika masih penasaran rupanya.
"Iya, pas semester akhir sih. Deket-deket pas lagi skripsian aja waktu itu abis itu udah lost."
Aku harus siap-siap dengan pertanyaan dadakan Chika. Jujur atau harus aku tutupi?
"Kamu kenal dia sayang?" Nah kan, baru saja aku menduganya Chika sudah lantang bertanya dengan tatapan penuh selidik padaku.
Aku menatapnya sekilas ditengah jalanan yang sedikit lengang ini.
"Kenal, kalo gak salah itu sekantor sama ibu." Aku berusaha sebiasa mungkin.
"Kok kamu gak cerita?"
"Masa aku mesti cerita sayang ibu punya temen kantor yang masih muda tau. Haha kan gak mungkin."
"Ya juga sih. Tapi dia sampe ngucapin gini berarti dia kenal deket dong."
Aku hanya mengedikkan bahu. Seolah tidak mau tau.
"Tapi dia baru follow barusan sih, pas sebelum ngirim DM. Kayanya setelah liat story Marsha gasih? Cuma selang 2 menitan." Kata Chika.
"Bisa jadi sih kak, mungkin Adzana ngerasa kenal sama Mas Gun jadi auto follow."
"Kamu tapi masih sering ketemu gitu sama dia Sha?"
"Haha Chika mode cemburu kaya wartawan ya, banyak nanya." Celetuk Azizi.
"Aawhhh… sakit ih." Aku melihat dari spion tengah Azizi meringis karena Marsha mencubit pinggangnya.
"Ya kan kepo aja, mana manggilnya Kak Aran. So imut banget." Jelas sekali ada nada cemburu dari kalimat Chika.
"Utututu kesayangan aku cemburu, gemes banget niiii.." Aku mencoba mencairkan suasana dengan mengelus pipinya dengan tangan kiriku.
"Gapapa ya, mungkin dia ngerasa kenal karena satu kantor sama ibu aja. Lagian aku juga cuma tau dia aja, engga yang kenal gitu. Gapapa ya sayangku?" Bujukku.
"Iiidih, kalo ngeliat Mas Gun bucin begini kayanya 180° banget sama wibawa di kantor."
"Diem deh lu, gue turunin nih." Jawabku.
"Haha ampun Mas, ampun."
Kulihat Chika masih memanyunkan bibirnya. Andai saja lampu merah, andai saja tidak ada dua pengganggu di belakang sana. Bibir sexynya sudah kubaluti decapan.
"Beli kembang gula deh yuk, aku tiba-tiba pengen kembang gula." Ajakku pada Chika.
Chika masih diam.
"Ayo Kak Chika, aku juga mau beli rambut nenek. Aku pengen dari kemaren tau." Rengek Marsha tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cintaku
FanfictionTuhan memang satu, kita yang tak sama. "Akan seperti apakah akhir dari kisah ini?" Monolog Chika. #1 - Aran (6May) #1 - bedaagama (30June)