26.

225 43 0
                                    

Terbangun dari tidur yang cukup nyaman meski hanya dengan bersandar pada kursi mobil di jok belakang membuatku heran, Pak Eko belum membangunkanku dan entah saat ini kami berada dimana.

Bukan jalan tol, rasanya seperti tidak asing.

Melihat beberapa papan reklame di jalan berharap memberikan clue untuk aku berpikir berada dimana saat ini.

"Pak ini kita di Bekasi?" Tanyaku.

"Eh Mas, udah bangun?" Pak Eko bukan menjawab tapi memberi pertanyaan balik untukku.

"Iya, kita mau kemana sih Pak?" Aku melihat sekitar ini memang jalan Bekasi tapi bukan jalan menuju rumah.

"Sabar Mas, bentar lagi kita sampai."

"Oh ya, untuk barang nanti di mobil saja ya Mas. Hari ini saya full nemenin Mas Gun, ini perintah Bapak. Tugas Mas Gun hari ini nurut sama saya sampe lokasi pertama kita. Sisanya saya serahkan sama Mas Gun."

"Emang kita mau kemana Pak?"

Lagi-lagi Pak Eko tidak menjawab pertanyaanku. Ada sedikit perasaan tidak enak yang mengganjal.

Tapi aku tetap berpikir positif bahwa ini adalah tugas kantor.

"Kok kita ke rumah sakit Pak?" Pak Eko baru saja memilih tempat parkir dan menurunkan rem tangan.

"Tugas kita hari ini disini Mas, ayo ikut saya. Biar nanti Mas bisa dijelaskan oleh orang yang bersangkutan di dalam."

Aku hanya menurut dan mengikuti langkah Pak Eko yang sudah berjalan di depanku.

"Nanti biar orang dalem yang cerita, soalnya itu bukan tugas saya."

Aku semakin tidak karuan, tapi yang aku pikirkan adalah apakah mungkin pekerjaanku mengakibatkan seseorang terluka? Atau adakah seseorang yang aku celakai?

"Ini ruangannya Mas, sudah ditunggu langsung masuk aja. Tugas saya hanya sampai depan pintu, sisanya Mas Gun yang ambil alih. Saya tunggu di sini ya."

Aku ragu untuk memegang gagang pintu, kutatap kembali mata Pak Eko, dan ia mengangguk seolah berkata ayo dibuka.

Perlahan ku tarik handle pintu ke bawah, lalu sedikit mendorong pintu agar bisa terbuka.

Aku belum bisa melihat siapapun, kudorong kembali sampai pintu benar-benar terbuka sempurna dan aku berjalan masuk menghampiri ranjang rumah sakit yang terlihat ujungnya.

"Kenapa baru datang kesini sekarang?"

Itu, itu suara Kak Anin yang sedang duduk di kursi samping ranjang membelakangiku.

Kulihat ada wanita yang menjadi cinta pertamaku sedang terbaring dengan selang infus dan mata yang terpejam.

Aku tidak berani melanjutkan langkahku.

Aku masih terdiam berdiri beberapa langkah dari Kak Anin dan ranjang Ibu.

Seperti mendapat serangan cukup keras dibagian dada. Rasanya sakit dan tidak bisa mengeluarkan suara.

"Kenapa diam Aran?" Suara Kak Anin lebih lantang kali ini.

"Kak…" Pipiku sudah basah, suaraku terdengar lirih dan hampir hilang.

Kuhampiri Kak Anin dan memeluknya dari belakang.

"Aku minta maaf, aku minta maaf."

Kubenamkan kepalaku di ceruk lehernya, dan merengkuh Kak Anin dengan erat.

"Maafin Aran…"

Kurasakan Kak Anin bergetar, jatuh sudah pertahanan diriku untuk tidak menangis tersedu.

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang