12.

361 55 20
                                    

Ada amalan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam setelah sholat subuh dan melakukan salam yaitu membaca doa pembuka rezeki.

Allahumma innii as-aluka 'ilman naafi'a, wa rizqon thoyyibaa, wa 'amalan mutaqobbalaa. 

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).”

Doa ini selalu kuulang-ulang selepas subuh, agar urusan akhiratku lancar, rezeki dunia dan akhiratku lancar, serta agar bisa segera meminang Chika secepatnya.

Besar harapanku membawa Chika menyebut 2 kalimatNya. Namun, aku tidak ingin itu hanya sebatas urusan dunia.

Aku tidak ingin jika hanya karena cinta ia terpaksa mengakui siapa Tuhannya. Meskipun pernikahan beda agama sudah diperbolehkan oleh pemerintah konoha, tetap saja aku membutuhkan restu ibu untuk melangkah jauh menuju sana.

Drrrrtt…
Drrrrttt…
Drrrrrtttt…

Getaran hp di atas nakas menyadarkanku dari lamunan tentang Chika.

Kak Anin
Kata ibu sore nanti ke rumah, soalnya mau bikin acara buat perayaan sidang lo yang mendadak jadi udah beres tanpa kabar

Mati aku!
Aku belum memberi kabar pada Kak Anin ataupun Ibu. Sejak kemarin aku terus menundanya sampai benar-benar lupa. 

Buru-buru aku menghubungi nomor Ibu untuk memberikan penjelasan tentang sidang dan situasi kemarin.

Entah karena masih pagi dan akhir bulan yang mana besok udah terima gaji, Ibu tidak banyak mencerca karena kelalaianku kali ini.

"Gapapa, yang penting udah beres selamat dan lancar. Selamat ya nak, semoga semakin dilimpahi keberkahan dan kesuksesan. Udah sholat subuh kan?" Tanya ibu.

"Alhamdulillah bu udah."

"Yaudah sana siap-siap, ibu juga mau siap-siap. Pagi ini ada audit takut kesiangan. Nanti sore jangan lupa."

"Iya bu, makasih ya."

Telpon sudah terputus. Dan sekarang masih pukul 5 pagi.

"Siapa yang nelpon sayang?" Itu suara Chika. Dia sepertinya sudah bangun sejak aku mengangkat telpon dari Ibu. Karena posisiku membelakanginya jadi aku tidak tahu.

Kubalikan badanku mengarah padanya.
"Ibu. Nanti sore aku disuruh ke rumah buat rayain kelulusan kemaren. Ikut yuk.."

Dia nampak berpikir. Aku pikir dia akan menolak. Terlebih sampai saat ini belum ada tanda-tanda lampu hijau dari Ibu.

"Boleh. Sore pulang ngantor kan?" Tanyanya.

Aku tersenyum memandangnya. Menyelipkan helai-helai rambut yang berserak kebalik daun telinganya.

"Iya. Mau langsung dari kantor atau pulang dulu?" Tawarku.

"Pulang dulu boleh, langsung boleh. Senyamannya Mas Aran aja."

"Apa-apa?"

"Senyaman kamu sayang." Ulang Chika.

"Engga bukan itu, kelanjutannya?"

"Apa?" Dia pura-pura tidak tahu.

"Kamu tadi nyebut aku apa?"

Dia menyusupkan kepalanya di perutku. Salah tingkah. Dia yang berulah dia yang malu. Dasar wanita, haha.

"Idih bisa salting gitu ya." Ledekku.

"Iiish diem deh. Mandi sana nanti kesiangan kita hari ini jemput Azizi dulu loh." Katanya.

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang