Sepanjang perjalanan aku menghiraukan panggilan masuk dari Chika. Bahkan aku sengaja membalikan ponsel agar tidak melihatnya, lalu menyimpannya di kursi samping.
Aku hanya bertanya-tanya pada diri sendiri. Apa selama tiga hari kemarin aku membuat kesalahan yang sangat fatal selain bangun kesiangan? Apa selama ini Chika tidak benar-benar bahagia bersamaku? Apa banyaknya kekurangan ku belum bisa diterima dengan baik?
Tidak ada jawaban yang mampu membuatku merasa lebih tenang selain dari aku harus menenangkan diri sesegera mungkin, aku tidak ingin ada kesalahan yang membuat keadaan semakin rumit hanya karena aku terlalu mendahulukan emosi. Tapi untuk saat ini, biarlah ku abaikan panggilan Chika. Rasa cemburuku masih bergejolak dengan hebat.
"Masukin aja mobilnya Ran," ucap Kak Anin saat mobilku baru menepi di jalanan perumahan di depan rumah kami.
"Mobil Bang Boy emang gak mau keluar nanti?" Tanyaku memastikan. Garasi rumah ibu hanya muat untuk dua mobil dengan sejajar vertikal.
"Engga, mobilnya tadi Kaka yang bawa. Orangnya mah masih di kantor."
Aku pun mengiyakan perintah Kak Anin yang sudah membuka gerbang dengan lebar.
"Nih pesenannya, sama donat." Aku memberikan dua kantong kresek pada Kak Anin saat kami akan masuk ke dalam rumah.
"Tumben beli donat." Satu donat sudah ia gigit dan sisanya ia simpan dalam kulkas.
"Feelingnya lagi kuat." Jawabku ngawur.
"Hah? Apaan dah?" Aku hanya cengengesan dan mengambil air mineral untuk minum.
"Eh Chika tadi telpon katanya nelpon kamu tapi gak diangkat."
"Yakan lagi nyetir."
"Masih marahan?" Aku hanya mengedikkan bahu tak acuh.
"Gak boleh gitu, itu tadi nadanya kayak yang khawatir."
"Jelaslah, ketauan lagi berduaan sama cowok." Aku duduk di kursi ruang keluarga.
"Maksudnya?"
"Tadi Aran abis beli buah random banget tiba-tiba pengen beli donat. Pas di kasir malah liat Chika lagi haha hihi sama cowok." Aku menyalakan televisi sebelum melanjutkan ceritaku. "Sebelumnya Aran jemput dulu sih ke kantornya, tapi sampe sana katanya udah balik ada yang jemput. Call Aran aja dikacangin seharian ini."
Kak Anin mengangguk. "Iya wajar, pasti kesel kan?" Pertanyaan Kak Anin sangat retoris. "Tapi coba hubungin Chika, biar tau dulu itu siapanya. Jangan ngediemin gini malah jadinya kamu gak dewasa."
"Aran nggak ngediemin, kan tadi lagi nyetir juga. Terus sekarang juga kayaknya ketinggalan di mobil itu hp." Daripada menambah keributan, aku pikir tidak ada salahnya kudiamkan Chika sebentar. Aku pun cukup lelah dari beberapa hari ini belum bisa beristirahat banyak.
"Eh lupa," gumamku yang terus bangkit untuk mengambil ponsel di mobil. Ada beberapa pesanan yang belum di cek sudah pengiriman atau belum.
"Apa?" Tanya Kak Anin.
"Ini mau ngambil hp."
Ternyata Chika menghubungiku hanya satu kali. Bahkan dia hanya bertanya dimana.
Aku pikir tadi akan menerima pesan penjelasan atau semacamnya. Tapi sepertinya ekspektasiku terlalu tinggi.
"Tadi Chika nanyain apa aja?" Aku penasaran dengan obrolan mereka.
"Nanyain kamu katanya gak ada di apart pulang ke rumah atau nggak soalnya dihubungin juga gak bisa."
"Terus Kakak jawab apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cintaku
FanfictionTuhan memang satu, kita yang tak sama. "Akan seperti apakah akhir dari kisah ini?" Monolog Chika. #1 - Aran (6May) #1 - bedaagama (30June)