24.

304 58 5
                                    

"Jangan menunggu hilang baru dicari!"

***







"Kata dokter Ibu stroke." Helaan nafas kudengar dari Kak Anin yang sudah duduk disamping kanan Ibu.

Aku masih berdiri menatap Ibu dari samping kiri.

"Kakak gak tau pastinya tapi dokter bilang ini bukan karena jatuh, tapi justru jatuhnya ibu ini karena stroke. Tekanan darah ibu lebih dulu meningkat sebelum masuk ke kamar mandi."

"Kakak yang salah karena setiap hari Ibu sama Kakak tapi Kakak gak tau kalo Ibu ternyata udah punya riwayat darah tinggi dari bulan-bulan sebelumnya."

Kenapa banyak sekali hal-hal yang baru terungkap belakangan ini. Aku sedikit pening.

Aku menarik kursi agar duduk lebih dekat dengan Ibu. Kuusap tangannya yang terasa dingin.

"Semalem pas Kakak nelpon itu Ibu masih ditangani dokter, dan tadi sekitar jam 2 Ibu baru selesai operasi untuk menyumbat pembuluh darah yang pecah."

"Kakak gak tau Aran sekarang dimana. Nomornya masih belum aktif sampai sekarang. Temen kantornya pun bilang tidak ada yang tau kecuali Pak Daniel."

Sesaat aku berpikir dan mengingat bukankah Pak Daniel adalah atasannya?

"Pak Daniel atasannya kan? Kenapa gak Kakak coba tanya ke Pak Daniel." Ujarku.

"Nomornya sama gak aktif, kata Cio Pak Daniel lagi ada dinas keluar negeri baru kemarin sore berangkat."

"Sebenarnya Aran sempet ada ke Singapore sekitar seminggu yang lalu mungkin ya. Tapi aku juga gak tau Kak. Aku gak ketemu."

"Kalian masih sering komunikasi kan Chik?" Tanya Kak Anin.

"Sering Kak. Dari semenjak malam itu, besok paginya aku ada tugas dadakan ke Singapore. Terus ternyata aku harus stay di sana 3 bulan. Aran juga waktu itu keukeuh minta aku balikan dan coba buat yakinin Ibu lagi soal hubungan kita. Tapi aku yang minta waktu 3 bulan buat kita sama-sama introspeksi diri." Aku menjeda ucapanku dengan masih menggenggam tangan dingin Ibu.

Kutatap wajah Kak Anin.

"Itu hari aku terakhir ketemu dia, sisanya kita paling video call atau chat aja karena aku di sana bener-bener gak banyak luang."

"Terus kamu kok tau Aran kemaren ke Singapore?"

"Iya dia ternyata nitipin sesuatu sama staff aku, abis itu kata Freya Aran langsung pergi gitu aja padahal aku cuma beberapa meter dari dia. Dia bahkan sama sekali gak nemuin aku dulu, emang sih hari-hari itu kita lagi kurang baik komunikasinya."

"Maafin Ibu ya." Kak Anin menunduk menatap Ibu, menghindari tatapanku.

"Engga kak, ini bukan salah Ibu. Wajar kok, aku ngerti."

"Makasih ya udah baik terus sama Ibu dan keluarga kami."

Aku berdiri untuk menghampiri Kak Anin. Memeluk bahunya yang sudah bergetar.

"Kak, kalo pun aku sama Aran engga jadi kami. Kakak tetep Kakak aku dan aku tetep menghormati Ibu."

"Mungkin gak sih Aran minta perjalanan dinas keluar negeri buat nenangin diri? Terus Pak Daniel nyusulin Aran?" Aku mencoba untuk mengalihkan tangis Kak Anin.

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang