29.

477 78 35
                                    

Aku belum beranjak sama sekali, sedari tadi posisiku masih sama. Berdiri dengan tangan memegang ponsel.

Kulihat imam masjid yang tadi menjadi imam di sholat maghrib sudah duduk melingkar dengan beberapa jamaah lainnya, ada jamaah wanita yang turut maju kedepan. Termasuk disana juga ada Eli dan Chika.

Ya. Dua wanita yang kumaksud tidak asing tadi adalah mereka. Lebih tepatnya Chika yang menjadi titik perhatian diantara itu semua.

Dan yang semakin membuatku terkejut adalah Chika dengan pakaian kantor yang tadi pagi kulihat masih serba pendek sekarang ia mengenakan mukena, sangat tertutup.

Aku belum melihatnya dari depan, karena sedari tadi dia tidak melirik sekelilingnya. Tapi aku yakin itu Chika.

"Asyhadu.."

"..an la.."

"..ilaha.."

"..illallah."

"Wa asyhadu.."

"..anna.."

"..muhammadar rasuulullah."

"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah."

"Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah."

Suaranya memang menunjukkan itu Chika.

Chika benar-benar mengikuti dan melafalkan dua kalimat syahadat. Aku bersumpah, kedua mataku melihatnya. Kedua telingaku mendengarnya. Beserta seluruh jamaah yang hadir disini.

Aku sudah duduk dari sebelum Chika mengulang perkataan imam masjid. Masih sedikit tidak percaya. Dan merasa takut, apakah ini mimpi?

Sebentar lagi seharusnya adzan isya. Jika aku tidak mendengar adzan berarti aku bermimpi. Tapi sebelum mendengar adzan, Eli dan Chika lebih dulu menghampiriku.

Cantik.

Dia selalu cantik dengan apapun yang ia kenakan.

"Mas.." Itu suara Chika.

Aku menatapnya bingung.

"Mending kita ngobrolnya abis berjamaah isya gimana Mas Gun? Gue ngerti sih lo pasti kaget. Gue minta maaf, nanti gue jelasin. Kita nanti ketemu di parkiran ya." Ucap Eli.

Aku hanya diam menatap keduanya bergantian.

"Udah yuk Chik. Dia makin keliatan oon kalo gini." Eli membawa Chika kembali ke area sholat wanita. Aku membiarkan mereka berlalu tanpa bicara.

Eli benar. Aku memang bodoh. Tapi ini benar-benar diluar dugaan. Entah harus bereaksi bagaimana aku.

Jelasnya ini bukan mimpi. Ini kenyataan, Chika memeluk islam. Apakah ibu bisa merestui kami? Haruskah aku menelpon Ibu saat ini dan memberi tahunya.

"Astaghfirullah." Gumamku. Bisa-bisanya aku berpikir bahwa Ibu masih ada.

Tapi seketika aku terngiang kalimat Chika yang berkata bahwa meski aku memeluk islam belum tentu Ibu menyetujuinya. Tidak ada solusi untuk kita.

"Setidak ada itukah?" Monologku.

Ketika tadi pagi Azizi mengatakan Chika ingin berjuang. Kak Anin yang berkata Chika akan menemui seseorang. Apakah ini yang mereka maksud?

Apa ini jawaban dari doa-doaku selama ini? Tapi mengapa rasanya tidak seperti yang dibayangkan.

Tak lama adzan berkumandang, aku kembali mengambil wudhu meskipun rasanya belum ada batal tapi aku sedikit perlu menjernihkan pikiranku dengan air.











***















Drrrrttttt..

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang