"Laki-laki tetap memiliki sisi brengseknya tersendiri."
***
Baru ingin terlelap ponselku berbunyi. Ternyata benar itu panggilan dari Kak Anin.
"Ha.."
"Chika sorry, kakak tadi lagi darurat ibu masuk rumah sakit." Ucapanku terpotong suara Kak Anin.
"Kak.." Aku terperanjat, seketika duduk dalam rasa terkejut.
Rasa kantukku hilang. Lelahku menguap. Entah mengapa meski Ibu Aran selalu bersikap kurang mengenakan rasanya aku khawatir.
"Kakak sekarang dimana?"
"Maksud aku di rumah sakit mana?" Ralatku.
"Kakak ada di Karya Medika, tadi Ibu kayanya kepeleset di kamar mandi. Tapi kakak taunya telat, ibu udah banyak ngeluarin darah di kepalanya."
Aku masih mendengarkan suara Kak Anin yang serak dan sedikit isakan.
"Aran masih gak bisa dihubungi Chik. Dia dimana?" Lirihnya.
Aku ikut menangis. Entah rasanya hanya mendengar Kak Anin bercerita aku seperti memahami bagaimana rasanya dan pilunya mengalami secara langsung.
"Oke Kakak tenang dulu ya, Chika cari tiket penerbangan paling deket sekarang. Chika siap-siap dulu. Kakak di sana ada temennya kan?"
Aku segera bangkit dan melanjutkan mengemasi barang-barangku. Untungnya ada satu duffle bag yang selalu kuselipkan di dalam koper. Dan untungnya lagi barangku sudah rapi ½nya. Hanya tinggal make up, skincare, sepatu dan berkas-berkas pekerjaan yang belum selesai.
"Kakak sendirian. Tapi gapapa Chika kamu jangan maksain katanya Boy udah di jalan. Ibu juga masih ditanganin dokter di IGD"
"Chika sebenernya lusa baru pulang ke Jakarta, tapi gapapa Chika berangkat sekarang aja. Kakak jangan panik."
"Iyaa." Suaranya sangat pelan, tapi aku masih mendengarnya.
Berkata pada Kak Anin untuk tidak panik tapi aku sendiri malah panik. Banyak barang yang kumasukan secara asal. Sedang berkas kantor, biar kutitipkan pada Freya.
Aku langsung mencari tiket pesawat paling cepat, dan gotcha! Aku menemukan penerbangan sekitar jam setengah 1 malam ini, itupun dengan kursi bisnis.
Segera kurapikan semuanya, dan membangunkan Freya untuk menitipkan pesan juga berpamitan lebih awal.
"Pokoknya saya percayain sama kamu ya Frey, besok juga kan libur gak ada kewajiban kita buat ke event lagi. Saya nitip ini ya barang yang belum kebawa. Tadinya niat saya mau beli koper besok tapi ternyata ya gitu."
"Iya Bu tenang aja, kaya sama siapa aja. Aman pokoknya sama saya."
"Oke deh saya percaya kalo gitu. Saya jalan sekarang ya. Doain semuanya baik-baik aja."
"Pasti Bu, Ibu juga safe flight yah."
Aku mengangguk dan segera turun ke lobi hotel untuk mencari taxi.
Seperti sedang dibuntuti dewi fortuna, sebuah taxi yang baru saja mengantar penumpang lain langsung segera kunaiki dengan membawa 1 koper dan duffle bag yang cukup besar.
"Lancarkan semuanya ya Tuhan." Doaku pelan.
***
Baru saja pesawatku landing 15 menit yang lalu. Saat ini aku tengah menghubungi seseorang yang kuminta untuk menjemput dan mengantarku ke rumah sakit.
Tentu bukan Aran. Laki-laki itu entah dimana. Aku tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cintaku
FanfictionTuhan memang satu, kita yang tak sama. "Akan seperti apakah akhir dari kisah ini?" Monolog Chika. #1 - Aran (6May) #1 - bedaagama (30June)