06.

397 55 3
                                    

"Banyak jalan menuju Rhoma."

***







"Eh Mas Gun, tumben jam segini naik Mas?"

"Iya mumet banget, nyari angin. Siapa tau ya 'kan ada yang seger."

"Yang biasa juga kayanya nyegerin kan Mas." Ledeknya.

"Sa ae lu jamal."

Suasana di sini tidak ramai, hanya ada beberapa orang dengan kegiatannya sendiri. Seperti yang baru saja menyapaku tadi, aku lupa siapa namanya. Tapi kami sering berpapasan di lift, basement, bahkan seperti sekarang di rooftop yang memang fasilitas umum dari apartemen ini.

Tesis yang bagus adalah tesis yang selesai. Haha. Macam slogan-slogan skripsi. Bisa melanjutkan s2 ini sungguh tidak mudah bestie. Jika bukan demi Chika tidak ingin aku menyelesaikan semua ini.

Kubuka-buka file yang harus kupersiapkan sebelum nanti malam mencari sumber data. Tapi jika dipikir-pikir, apakah harus malam ini?

"Kalo gak malem ini kapan lagi Gun." Ucapku pada diri sendiri.

"Lagian perihal Ibu pikirinnya besok lagi aja, sekarang sore aja belum."

Lama dengan pikiran sendiri tak sadar ada sekaleng milo dingin yang menempel di pipi kiriku.

"Jangan bengong sayang, gak baik. Ada yang bisa aku bantuin gak?" Tanya Chika.

"Kok kamu tau aku disini?"

"Tadi pas mau ke unit kamu baru aja aku keluar dari unitku, eh aku ketemu siapa tadi namanya ya yang sering kamu panggil jamal. Katanya kamu ada di atas."

"Lah dia satu lantai sama kita?"

Chika mengangkat kedua bahunya. "Gatau. Kata dia tadi kamu nyari yang seger, makanya aku susulin. Takut jajan aneh-aneh."

"Haha ya enggalah sayang, tadi becandaan aja jawab sekenanya. Lagian kamu percaya banget sama dia."

"Soalnya kalo aku percaya kamu, nanti kamu kegeeran."

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala. Membuka kaleng susu yang diberinya.

"Kenapa coba aku suka susu coklat?" Tanyaku.

Chika nampak berpikir.

"Mmmm… karena engga bikin sebel."

"Salah."

"Karena kamu suka coklat. Iya 'kan?"

"No." Jawabku cengengesan.

"Terus apa?"

"Mau tau?"

Dia mengangguk sambil meneguk milo miliknya.

Aku mendekati telinganya yang duduk disampingku, kubisikan padanya. "Soalnya kalo susu putih udah ada di kamu."

"Heh." Dia memukul pahaku berkali-kali.

"Aduhhh.. sakit yang, sakit. Udah."

"Biarin biar gak rese mulutnya mesum banget Ya Allah."

"Tapi suka 'kan?" Aku mengedipakan sebelah mataku padanya. "Tapi bisa kali yang login dulu biar nyebut Ya Allahnya lebih enak."

"Eh iya, astaghfirullah." Kaget Chika.

"Itu apalagi."

"Iiiihh tau ah.."

"Hehe becanda sayang. Makasih ya udah dibawain ini."

Dia hanya mengangguk dengan kaleng milo masih menempel dimulutnya. Betapa lucu sekali ciptaan Tuhan yang satu ini.

"Boleh kuajak login jadi hambaMu gasih ya Allah?" Tanyaku dalam hati.

"Ngapain si liatinnya begitu banget, nanti cinta."

"Udah cinta, banget malah."

"Receh nih abangnya."

"Yang penting kamu milik aku."

Obrolan ini terus berlanjut sampai tesisku lebih rapi dan aku siap untuk mencari sumber data malam ini.



***



Kukira menyenangkan Chika itu harus membelikannya tas mewah, dinner fancy, atau liburan ke luar negeri.

Setelah mencari hal-hal yang kubutuhkan untuk tesisku, Chika merengek lapar ingin makan malam.

Bukan shusi pilihannya. Tapi mie ayam pinggir jalan yang semangkuk hanya lima belas ribu.

"Sayang kaya biasa 'kan?" Tanya Chika.

"Heem."

Aku memilih tempat duduk yang kosong. Chika pergi memesan.

Kuperhatikan dari jauh dia berinterkasi dengan pedangannya.

"Makin cantik aja sih." Gumamku.

"Makasih Mas." Aku terkejut karena ada ibu-ibu yang datang membawakan 2 gelas air.

"Eh, hehe. Maaf ya bu maksud saya itu calon istri saya." Tunjukku pada Chika.

"Oh kirain saya Mas."

"Hehe bukan. Makasih airnya bu."

Tak lama Chika datang menghampiri dengan kerupuk kulit ditangannya.

"Kenapa yang?"

Aku hanya menggeleng.

"Tadi ada ibu-ibu ngajak ngobrol, apa katanya?"

"Hah? Oh, eh.. engga itu tadi aku kan liatin kamu terus aku ngomong pelan kamu makin cantik. Gataunya ada ibu-ibu lagi ngasihin air minum buat kita terus kata dia 'makasih mas' kata aku bukan ibu tapi itu calon istri aku, tapinya aku jadi gak enak."

"Hahah, lagian kamu ngomong sendiri kebiasaan sih."

"Tapi beneran kamu makin cantik sayang."

"Aku emang selalu cantik sayang."

"Nah iya itu bener banget, kan akunya jadi takut kamu diambil orang."

"Iya aku juga takut aku diambil orang, soalnya kasian nanti kamu jadi jomblo lagi hehe."

"Aaaaaaa gak gitu konsepnya Chika."

"Hehe engga, engga, becanda kok, nih mam kerupuk dulu sebelum mienya dateng."

Aku menurut. Tidak ada percakapan sampai mie datang dan kami sibuk dengan suapan masing-masing.

Semangkuk sudah tandas, sudah dibayar. Saatnya pulang? Belum. Chika masih ingin jalan-jalan menghabiskan bensin katanya.

"Jalan-jalan dulu ya, besok kan ada ibu."

"Iya sayang siap."

"Atau aku besok nginep aja ditemen ya yang? Takutnya kalo berpapasan malah nanti ribut-ribut lagi."

"Eh engga, jangan! Ibu juga katanya cuma mampir kok. Lagian ibu gatau unit kita sebelahan."

"Tapi kan besok berangkat pagi samaan, takut selift."

"Gapapa sayang, nanti aku akalin ya. Lagian Ibu belum tentu pulang pagi-pagi."

"Iya deh aku ngikut kamu aja. Yang penting kita malem ini jalan-jalan ya."

"Siappp sayang. Gass.."

"Nanti beli permen kapas, takoyaki, hotang juga ya."

"Boleh." Ucapku dengan senyuman.

"Tapi mau beli bakso bakar juga deh."

"Boleh sayang."

"Sama burger mekdi. Sekarang ya yang."

Baru saja makan satu porsi mie ayam penuh sudah ingin beli burger mekdi. Aku tidak mengerti perkembangan makanan di perut Chika.

"Tapi jangan deh, mau kebab aja ya."

"Ok." Jawabku.

"Atau beli semua ya, nanti kalo gak abis kan ada kamu."








***

Nanti ketemu lagi abis aku pulang long trip ya ❤️
Spoiler next chapter : "Apakah Chika akan diterima jadi menantu tanpa login. Atau Mas Gun harus cari yang lain?"

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang