36.

362 54 16
                                    

Sepanjang apapun perjalanannya, ternyata jika dilalui bersama seseorang yang kita cinta dan yang mencintai kita rasanya begitu sebentar. Seolah satu kedipan pun benar-benar tak cukup.

Cuaca menjelang sore ini tidak begitu panas, sedikit mendung. Berharap tidak ada hujan untuk beberapa jam kedepan.

“Sayang kita masih jauh?” Tanya Chika lagi. Ini sudah ketiga kalinya setelah mobil ini keluar dari pintu tol. Kulihat arloji di tangan kananku dan sesekali menatap jalanan sekitar. Padat tapi masih bisa bergerak.

“Harusnya kalo nggak macet 35 menitan lagi sampai, kamu mau siap-siap sekarang?”

“Tapi aku udah siap-siap dari tadi. Kamu nggak sadar ya?” Aku meliriknya sekilas. Bibirnya lebih cerah dari tadi dan wajahnya sudah lebih segar dari saat dia merasakan perasaan sensitif karena surat yang dihafalnya.

“Selalu cantik.” Tatapku kembali.

“Bisa aja nih kumbang kang kung.”

“Bener loh, kamu kapan sih nggak cantiknya hemm?”

“Emang mau aku nggak cantik?”

“Cantik atau engga itu relatif, yang penting mah kamu orangnya. Eaaaa.” Chika memukul lengan kiriku pelan. Sedikit salah tingkah sepertinya.

“Kita mau kemana sih?” Selain bertanya masih jauh, pertanyaan ini terus diulangnya sedari tadi. Untung sabarku tidak berbatas jadi kubiarkan dia merengek berapa kalipun, jawabanku tetap sama.

“Sabar, nanti juga tau.”

“Iissshhh dari tadi gitu mulu. Tapi ini aku bukan mau diajak ke tempat yang enggak-enggak kan?”

“Kalo iya, mau nggak?” Tanyaku balik.

“Nanya loh aku.”

“Hehe, sabar sayang bentar ya berdoa biar nggak macet jadi aku bisa ngebut biar kamu nggak penasaran.”

“Eh jangan deng. Gapapa kita nggak usah ngebut yang penting selamat. Aamiin.”

“Aamiin.” Rasanya senang ketika saat ini aamiinku dan aamiinnya sudah sama, seaamiin dan seiman. Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?

Jika mengingat momen-momen kebelakang, jujur begitu banyak sekali hal-hal yang selalu kusemogakan, bertanya sendiri perihal waktu yang entah kapan akan bisa kesampaian dan hari ini semua itu satu persatu terwujud. Tentu sekarang ini aku harus lebih banyak mengucap syukur.

Keberuntunganku selanjutnya adalah jalanan sedikit lenggang dan mobil yang kami tumpangi ini sudah sedikit memasuki area tempat tujuanku.

“Loh ini kan?” Bisa kurasa Chika terkejut sambil sedang menatapku, seolah meminta penjelasan. Sepertinya dia baru menyadari saat ini kami akan kemana.

Rem tangan sudah kutarik setelah menempatkan mobil di area parkiran luar.

“Mau turun sekarang?” Tawarku. Chika mengangguk tersenyum. Tidak lupa dia juga membetulkan pakaian dan kerudungnya.

“Aku udah pesen sesuatu. Kamu tunggu sebentar ya.”

“Ikut.” Rengeknya manja.

“Yaudah ayoo.” Kugandeng tangannya untuk mengikuti langkahku.

Tempat ini tidak terlalu ramai. Tapi tetap saja ada beberapa orang yang berlalu lalang. Pesanan yang kumaksud pun tidak harus menunggu lama, itu sudah disiapkan dengan rapi.

“Aku yang bawa.” Chika menawarkan diri.

“No! Berat sayang, ini biar aku aja. Tugas kamu gandeng tanganku aja ya.” Dia sedikit merenggut tapi tetap menuruti perintahku.

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang