"Sesuatu yang menjadi takdir, tidak akan salah alamat."
***
Hari kemarin aku merubah perjalanan yang seharusnya menuju Jakarta, dan aku alihkan menuju Bangkok. Lebih tepatnya aku mendapati tugas dadakan di hari-hari terakhir cuti yang aku miliki. Entah, Pak Daniel hanya berkata kita berdua harus secepatnya bertemu disana.
Padahal aku ingin segera pulang untuk menemui Ibu dan Kak Anin. Rasanya kekanakan sekali aku harus pergi selama itu tanpa kabar dan tidak ada seorang pun yang kuberitahu keberadaanku selain Pak Daniel.
Tapi memang ini lebih baik, hingga perasaanku sendiri yang mengatakan untuk segera pulang dan memaafkan keadaan.
“Ternyata Bangkok sama aja kaya Jakarta, panas.”
Kususuri jalanan dengan 2 koper di samping kiri dan kanan. Pak Daniel memintaku untuk mengunjunginya di sebuah hotel yang sudah ia kirim melalui email. Ingin sekali tertawa rasanya, dari sekian banyak aplikasi sosial media yang terdapat di telepon genggamku hanya email yang diaktifkan untuk menjadi alat komunikasi sementara.
Saat sedang konfirmasi dengan resepsionis untuk menanyakan kamar hotel yang di pesan Pak Daniel untukku, sebuah tepukan terasa hangat di bahu kiriku.
“Mr. Zhafran?” Sapanya. Suaranya terdengar tidak asing, tapi aksen britishnya megingatkanku pada seseorang.
“Ah Pak Daniel, maaf saya kira siapa.” Kujabat tangannya dengan hangat.
“Gimana perjalanan Jeddah-Bangkok, aman?” 10 hari yang singkat tapi akan menjadi panjang jika harus aku ceritakan.
Perjalanan rohani untuk mengobati luka-luka, mengintropeksi diri seperti permintaan seseorang di hari kemarin, mengakui banyaknya dosa dan meminta doa-doa terwujud di Jabal Rahmah dengan penuh harapan dan keyakinan.
Tentang siapapun yang seharusnya menjadi masa lalu tanpa bayang-bayang dendam, tentang seseorang yang sangat ingin aku miliki, tentang restu dan kebahagiaan yang seharusnya tidak perlu memiliki aturan.
Banyak. Banyak hal yang kulewati selama hari-hari kemarin, dan hari ini aku sudah sangat ikhlas dengan berbagai hal yang memang tidak menjadi untukku. Bukan takdir tidak akan pernah salah alamat? Maka, kali ini aku ikuti bagaimana cara semesta bekerja, kuserahkan usahaku kemarin dengan penuh kerelaan akan diakhirkan dengan bagaimanapun nantinya.
“Sempet delay satu jam sih Pak, tapi aman. Sehat Pak?”
“Sehat banget kaya keliatannya. Gak enak nih ngobrol disini, ayo saya antar ke kamar biar kamu istirahat biar nanti malam kita ngobrol sambil dinner.”
“Boleh deh. Bapak abis dari mana?”
“Saya baru nyampe hotel kemarin, hari ini saya habis dari kantor KBRI nemuin Pak Dubes, baru sampe kebetulan liat kamu. Besok kamu ikut hadiri peresmian produk yang kemarin itu.”
Nahkan, ternyata harus kerja. Apa karyawan di kantor hanya aku?
“Jadi proyek yang kemarin di ACC gitu Pak?”
“Udah, makanya saya nemuin Pak Dubes tadi. Tadinya mau ngajak kamu tapi kamu masih di jalan.”
Kami sudah sampai di lantai 5 hotel ini, aku sudah sangat lelah. Perjalanan kurang lebih 9 jam dengan delay membuat punggungku remuk. Beruntung Pak Daniel sangat pengertian.
“Yaudah, istirahat ya Gun. Saya juga mau bersih-bersih nanti dinner saya hubungi.”
Kukira kamarku dan Pak Daniel beda lantai, ternyata samping-sampingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cintaku
FanfictionTuhan memang satu, kita yang tak sama. "Akan seperti apakah akhir dari kisah ini?" Monolog Chika. #1 - Aran (6May) #1 - bedaagama (30June)