22.

253 52 11
                                    

"Bisa jadi iya, bisa jadi engga."

***











Cuaca Singapore hari-hari ini tidak jelas, kadang hujan kadang panas yang menandakan cuaca sangat cerah lalu tiba-tiba hujan lagi.

Sudah hampir sekitar 7 minggu aku berada di sini. Sibuk dengan berbagai acara dan kegiatan yang mana kantorku menjadi salah satu sponsor dalam sebuah event olahraga. Rasanya sangat rindu Jakarta. Terutama laki-laki yang sudah lama tidak ada kabarnya itu. Siapa lagi jika bukan Zhafran Guntara.

Selama 2 minggu kebelakang komunikasi kami sangat buruk. Aku sama sekali belum memberinya kabar karena memang merasa setelah jadwal dan kegiatanku selesai, rasanya aku hanya ingin istirahat dan tidak ada waktu meskipun itu weekend.

Setelah jadwalku sedikit longgar aku baru ingat dan tersadar bahwa semingguan ini Aran tidak pernah menghubungiku. Bahkan nomor WhatsAppnya pun tidak aktif.

Beberapa pesanku seharian ini hanya centang satu.

“Ohhh shit. Dia cemburu dan mikir yang engga-engga apa yak?”

Aku baru saja melihat ada pesannya di balasan insta storyku saat brunch bersama Aldo, salah satu partner kerjaku di tempat event.

“Have fun.” Itu kalimatnya.

“Pasti cemburu nih makanya ngambek.”

“Mohon maaf nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi.” Nomornya bahkan tidak aktif.

“Lah mati, ini beneran ngambek atau gue di blok ya?”

“Info profilnya masih ada kok.” Aku melihat profile WhatsApp yang masih ada.

“Ah iya gue tanya Eli aja ya.”

Sedang menunggu panggilan dijawab Eli, aku melihat ada sebuah paperbag di pojok kamar yang cukup menarik perhatian.

Seingatku aku tidak pernah membeli sesuatu.

“Ini punya siapa ya?” Aku menyimpan ponselku di meja karena tidak ada jawaban dari Eli, aku mengangkat paperbag yang sedikit berat ke atas meja.

Isinya adalah sebouquet bunga mawar yang sedikit layu dan mengering juga beberapa coklat kemasan kuning emas berbentuk bola.

“Gak ada notenya. Ini punya siapa ya? Tanya Freya deh.”

Aku keluar kamar dan mengetuk pintu kamar Freya yang ada di samping kamarku.

“Loh Bu kenapa?” Tanyanya.

“Kamu ada nyimpen ini gak di kamar saya?” Aku menunjuk paperbag yang kubawa.

“Oh ini, kan ini dari Pak Zhafran.” Jawaban Freya membuatku kaget dan terkejut.

“Hah? Kapan? Emm maksud saya gimana ceritanya ini bisa ada di kamar saya.”

“Saya gak inget sama sekali soalnya.” Lanjutku.

“Kemarin pas Ibu lagi sama Pak Aldo, nah pas saya mau anterin langsung ke Ibu, Ibu malah ngomong duluan tuh katanya minta tolong simpenin laptop sama titipan yang ada di saya buat disimpen di kamar. Kirain saya yang dimaksud titipan itu yang dari Pak Zhafran.”

Cengiran Freya mengingatkanku satu hal bahwa saat itu sekitar seminggu yang lalu aku menitip pembalut padanya.

“Oh pas yang saya nitip beli pembalut?” Tanyaku.

“Iya betul Bu, pulang dari mini market saya ketemu Pak Zhafran. Padahal itu hanya beberapa meter dari lokasi Ibu dan Pak Aldo.”

“Terus dia ada ngomong apa?”

Peri CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang