"Menyamakan seseorang dengan orang lain seperti membuang waktu dengan sia-sia."
***
Tidak jadi. Jangan terlalu berharap terhadap rencanamu. Niatku ingin me time, menghabiskan gaji yang baru turun dengan shopping dan memanjakan diri sendirian. Catat, sen-di-ri-an!
Taxi online yang kupesan memberikan notifikasi bahwa ia sudah di depan. Tapi alasan aku tidak jadi pergi me time karena ternyata Aran sudah menungguku di depan selepas Maghrib tadi.
"Bu Chika, itu Pak Zhafran udah nungguin dari tadi. Tapi barusan ada driver taxi yang nyariin." Itu adalah kata-kata dari satpam yang sedang berjaga di depan lobby dengan menunjuk mobil Aran yang terpakir tidak jauh dari pintu masuk.
"Terus taxinya mana Pak?" Tanyaku.
"Sama Pak Zhafran barusan di cancel, kata Pak Zhafran Bu Chika langsung masuk ke mobil aja."
Aku mendengus sebal. Bisa-bisanya dia tidak memberiku kabar. Tidak membalas pesan, tidak mengangkat panggilan. Tapi seenak jidatnya aku harus mengikuti perintahnya.
Dengan kesal aku hampiri mobilnya. Aku tidak masuk. Aku hanya mengetuk kaca mobil depan tepat di kursi penumpang.
Baru saja kaca mobil terbuka aku sudah melontarkan pertanyaan mengapa padanya.
"Kenapa sih?
"Ngapain kamu cancel-cancel orderan taxi online aku?"Kulihat dia turun dari mobil tanpa berbicara. Dia menghampiriku dan mengajakku masuk kedalam mobilnya.
Baru saja aku ingin turun lagi, ia sudah memasang safety belt, menutup pintu lalu mengunci mobil dari keylessnya. Licik bukan?
Saat dia masuk aku sudah ingin turun kembali tapi dia menahan lenganku.
"Diem. Diem dulu. Aku mau ngomong." Ucapnya.
Akhirnya aku diam.
Dia memasangkan kembali safety belt yang sempat kubuka. Mobil sudah ia kunci dari pusatnya.
Aku menyerah. Aku menghela nafas diam menatap lurus ke depan.
"Pertama, aku minta maaf karena dari pagi aku diemin kamu cuma gara-gara martabak."
Aku masih diam mendengarkan. Mataku enggan menatapnya.
"Kedua, aku minta maaf karena bekel nasi gorengnya gak aku bawa. Maafin ya."
"Terus ketiga aku juga minta maaf karena seharian ini aku juga cuekin pesan sama telpon kamu."
"Please maafin aku. Sebagai gantinya kamu boleh minta apa aja hari ini. Kamu mau ke PIM kan? Ayo kita ke PIM, kamu mau apa? Mau belanja? Mau nyalon? Mau makan? Atau mau apa bebas. Aku bayarin semuanya sampe puas."
Ya Tuhan. Gimana gue gak luluh coba kalo rayuannya belanja sampe puas gini. Mataku seketika penuh dollar.
Aku tersipu-sipu menatapnya dalam senyuman kecil. "Bener?" Aku mencoba memastikan.
"Bener sayang. Asli yuk mumpung baru setengah delapan." Jawabnya.
"Tapi coba jelasin dulu kenapa kamu kaya tadi? Aku kesel tau." Ucapku cemberut.
"Maafin dulu gak nih, kalo dimaafin baru aku jelasin."
"Orang mah jelasin dulu biar dimaafin. Kamu mah kebalik." Aku mencubit sedikit lengannya.
Tapi bukankah cubitan kecil lebih sakit daripada cubitan besar? Biar tahu rasa dia.
"Aaaawhhh.." Nahkan dia meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peri Cintaku
FanfictionTuhan memang satu, kita yang tak sama. "Akan seperti apakah akhir dari kisah ini?" Monolog Chika. #1 - Aran (6May) #1 - bedaagama (30June)