02| Mantan

5.7K 228 5
                                    

Hi! Selamat malam minggu! Selamat membaca!

✿✿✿

Entah ada apa semalam, tapi pagi ini Addara sudah dua kali melewatkan alarmnya. Ia telat 10 menit dari waktu seharusnya ia bangun.

Menyadari kesalahannya, Addara mandi dengan terburu-buru. Menggunakan pakaian serapi yang ia bisa, mengemas barang yang akan ia bawa ke kantor dan melewatkan sarapan. Doanya kali ini agar jalanan tidak macet.

5 menit menunggu ojek online pesanannya di depan gang rumah, akhirnya Addara  mendapatkan yang ia pesan.

“Pak jalan raya bakal macet gak ya?” tanya  Addara dengan khawatir pada driver ojek tersebut.

“Kalau di maps sih ia, Mbak.” Jawab sang driver sambil melirik peta online di ponsel yang ia tempelkan pada kepala motornya.

Aduuuuh,” Addara merutuki dirinya sendiri. “Bapak tau jalan lain gak?”

“Ke alamat itu cuma bisa jalan raya, Mbak. Gak ada jalan pintas,” jawab sang driver setengah berteriak.

Addara memukul kepalanya yang terpasang helm. Ia dalam masalah sekarang! Ia hanya bisa berdoa agar ia bisa sampai di kantor sebelum waktu masuk tiba walaupun itu tersisa 5 detik, ia tak apa.

✿✿✿

Huh huh huh!” deru napas Addara terdengar jelas karena ia mengatur pernapasannya setelah berlari.

Kesialan selanjutnya hari ini adalah lift. Setelah melakukan absensi finger print di area lobby kantor yang untungnya ia masih dalam waktu yang tepat, Addara memencet tombol lift dari luar. Sayang, Pak satpam yang berjaga di sekitar situ bilang bahwa lift dalam masa perbaikan. ‘Nanti siang udah bener lagi, neng. Tenang aja,’ kata pak satpam tadi. Terpaksa Addara menggunakan tangga darurat untuk ke lantai 3, ke ruangannya.

“Kenapa, Dar?” tanya Anya, salah satu seniornya di ruang tersebut. “Pasti gara-gara naik tangga sampe sini,” tebaknya.

Addara mengangguk. “Iya, Mbak. Mana tadi aku kemacetan,”

Loh macet ya?” Tanya Naya di ujung ruangan yang ternyata mendengarkan mereka. Addara mengangguk mengiyakan. “Pantesan Mbak Nita belum dateng,”

“Astaga iya!” pekik Addara yang menyadari meja kerja di sebelahnya masih kosong dan rapi. “Kalo telat gimana mbak?” tanya Addara.

“Toleransi dari kantor 15 menit,” jawab Anya. “Lebih dari itu dapet tanda gitu nanti di keterangan monitor finger print. Kaya anak sekolah gitu, dapet peringatan kecil,” jelasnya.

Huh untung aku masih sempet tadi,” gumam Addara.

Masuk waktu kerja, semua karyawan berada di posisi masing-masing dan mengerjakan tugas masing-masing. Nita datang 1 menit dari waktu masuk dengan keadaan ngos-ngosan, keluhan yang sama dengan semua karyawan di lantai atas.

Dari tadi Addara sudah berada dalam dunianya. Memeriksa berbagai transaksi yang ia terima dari divisi lain. Tugasnya bukan hal yang sulit hanya saja memerlukan ketelitian yang ekstra. Jika jurnal yang ia kerjakan salah, maka semua akan hancur dan perlu ia ulang dari awal.

“Dar, serius amat sih!” tegur Ayuna yang duduk di sebelah kiri mejanya. “Santai Dar, santai.” Katanya dengan nada bercanda.

“Takut ada yang kelewat, Mbak.” Addara terkekeh.

Memang jika dilihat dari 6 karyawan di ruangan ini, Addara terlihat asik dengan dunianya. Yang lain sebetulnya tentu dalam pekerjaan mereka, tapi masih sesekali diselingi obrolan.

Rejection(s) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang