18| Bukan maling

2.1K 97 5
                                    

"Uhuk,"

Pandangan Lucas melebar menatap mangkuk wedang ronde nya. Rasa manis pedas dan hangatnya kuah jahe mendadak terasa dua kali lipat saat ia mendengar sebuah percakapan.

"Butuh air mineral, Mas?" tanya seorang wanita berpakaian seragam cokelat khas kepolisian. Ia menyodorkan botol kecil berisi air mineral.

"Gak usah," tolak Lucas. "Terima kasih, Bu," sambungnya saat merasa wanita di pinggirnya itu sedikit lebih tua.

Wanita itu tersenyum dengan sedikit anggukkan. Botol yang ia sodorkan, ia tarik lagi ke tengah meja tempat botol itu berkumpul.

Lucas kembali memusatkan perhatiannya pada mangkuk kecil di hadapannya. Membelah bola bola ronde untuk ia makan.

"Uhuk uhuk," baru saja bola ketan itu masuk mulut beserta kuahnya, lagi-lagi ia tersedak karena ulahnya sendiri.

"Kayanya gak bisa nolak lagi, Mas," kata wanita yang sama dengan botol yang sama.

Lucas mengambil botol tersebut. Membuka kemudian meneguknya hingga setengah.

"Makasih, Bu," kata Lucas kemudian pergi.

✿✿✿

Pukul 5 pagi, Lucas sudah siap dengan pakaian rapi khasnya untuk pergi ke kantor. Ini lain dari biasanya. Hari-hari sebelumnya, ia selalu siap pada pukul 6 atau lebih dari itu. Namun ia tekadkan, mulai hari ini hingga kedepannya, ia akan bersiap lebih dini.

"Mam, Abang sarapan di kantor," Lucas mendekati Anna yang sedang mengiris bawang merah di dapur. "Abang ada urusan penting," sambungnya melihat Anna seolah bertanya.

"Mau kemana?" tanya Anna sedikit tegas.

Lucas menghela napasnya. Ia yakin mamanya ini masih marah. Mungkin ini beberapa hal menjadi penyebabnya:

1) Mengenai hal yang Nathan ucapkan, tidak lain tentang wanita bernama Hanna.
2) Ponselnya tidak bisa di hubungi semalam.
3) Ia tidak pulang semalam
4) Baru beberapa jam di rumah, Lucas pergi sepagi ini dan melewatkan sarapan bersama.

"Kalau Abang berhasil, Mama pasti seneng. Abang belum bisa bilang sekarang," jawab Lucas. "Mama doain Abang, dukung Abang juga. Oke?”

"Ngga," tolak Anna tegas. "Mau kemana?"

Lucas membisikkan satu kata pada Anna. "Kali ini hp Abang nyala. Abang pergi dulu,"

✿✿✿

"Seriusan jam segini, Mbak?" Addara berbicara di depan cermin. Ia menyimpan ponselnya di atas meja dengan tampilan panggilan loud speaker mode.

"Iyaa," jawab seseorang di seberang sana. "Di sini udah ada Mbak, Ayuna, Sinta sama Naya. Anya udah di jalan,"

"Aku sama sekali belum siap-siap, Mbak," Addara mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Ini mandi aja kepotong denger nada dering," sambungnya.

"Loh? Kita ganggu, dong?" suara berbeda terdengar dari ponsel. Sinta sepertinya, Addara kurang yakin.

"Ngga, Mbak, ngga." Addara menggeleng seolah lawan bicara tepat di hadapannya. "Gini deh, kalau sarapan bareng di luar kayanya sampai kapan juga aku gak akan bisa ikutan. Nah, kalau ada rencana untuk sarapan bareng di kantor, aku pasti ikut. Atau nanti siang kalau ada rencana makan siang bareng, aku usahain ikut,"

Rejection(s) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang