Pagi-pagi sekali Addara terbangun karena suhu ruangan yang terasa semakin dingin. Ia memang tidak terbiasa tidur dengan AC. Tapi kemarin malam, saat benda itu tidak dinyalakan, suhu ruangan panasnya bukan main.
Sebentar. Apa Addara ingat kejadian tadi malam? Sepertinya tidak secara rinci. Ia hanya ingat pergi ke restoran setelah suasana tidak mengenakan, lalu berbincang sebentar, seseorang datang, lalu Lucas membawanya kesini dalam keadaan menangis. Addara kembali menangis semalam.
Lucas. Dimana pria itu?
“Udah bangun?” satu suara menginterupsi Addara dari lamunannya di dalam selimut. Suara berat khas seorang pria dewasa. Dari arah sebuah pintu.
Napas Addara tercekat saat melihat ke sumber suara. Badannya mengisyaratkan ketakutan dengan perasaan yang tidak karuan hanya dalam hitungan kurang dari satu menit.
“Nga-ngapain di-sini?” tanya Addara dengan gugup.
Bagaimana tidak, pria yang berbicara itu baru saja keluar dari toilet dengan bathrobe yang seperti tidak berguna karena tidak ditalikan, hanya satu celana pendek selutut yang menutupi tubuh pria itu dari pusar. Benar. Pria itu menampilkan torsonya yang bagaimanapun membuat banyak wanita merasa gugup saat melihatnya.
Takut-takut Addara mengecek tubuhnya di balik selimut. Ia mengembuskan napas lega saat melihat pakaiannya utuh menempel sempurna di badannya. Entah setan mana yang mendekati Addara hingga ia perlu mengecek sendiri kondisinya di bawah selimut.
Semua yang Addara lakukan, masih dalam jangkauan pandang Lucas. Pria itu menahan senyumnya sembari mendekat ke arah ranjang yang Addara tempati. Ia kemudian menanggalkan bathrobe yang mulanya hanya tersampir di bahunya.
Tatapan dua manusia di ruangan ini sangat kontras berbeda. Addara menatap Lucas dengan tatapan takut dan terintimidasi, sedangkan Lucas sebaliknya. Pria itu memasang tampang mengintimidasi dan menggoda secara bersamaan, lengkap dengan satu ujung bibir yang sedikit naik memberikan senyum miring.
Semakin dekat Lucas dengan ranjang, semakin tenggelam pula badan Addara di balik selimut.
Satu langkah Lucas, 5 cm selimut naik ke badan Addara. Dada, collar bone, leher, dagu, bibir, hidung, bawah mata, dan berakhir dengan selimut menutup mata Addara.
Napas Addara tercekat saat ia merasakan sesuatu hinggap di kakinya yang tertutup selimut. Wanita itu memejamkan matanya rapat-rapat karena merasakan selimutnya yang sedikit disingkap.
Keadaan semakin parah ketika yang dibuka adalah selimut bagian atas. Addara dan sang pelaku sama-sama mengeluarkan tenaga untuk mempertahankan pertahanan masing-masing. Addara bertahan agar ia tak melihat apapun di luar selimut sedangkan sang penarik berkeinginan sebaliknya.
Sulit dipercaya jika mereka melakukan hal tersebut hampir satu menit. Tidak ada yang mengeluarkan suara kecuali erangan Addara yang semakin lama semakin lemah mempertahankan selimutnya.
Tawa tergelak dari luar selimut Addara bersamaan dengan lepasnya tarikan dari luar. Lucas yang membuat tawa dengan kekuatan yang tidak main-main.
Mendengar itu, Addara lambat-lambat menurunkan selimutnya hingga ia bisa melihat keadaan. Pemandangannya tidak lain adalah Lucas yang tertawa lepas dengan tangan memegang perut dan badan setengah membungkuk seolah ia memang tidak bisa berdiri tegak. Pria itu sudah sempurna memakai pakaian. Celana selutut berwarna abu-abu muda dan tambahan kaos berwarna senada.
“Setelah kemarin kamu takut karena saya marah-marah,” Lucas berbicara sembari menormalkan kembali suaranya dari sisa tawa yang masih melekat. “Sekarang kamu takut dan mikir yang iya iya sama saya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...