03| Jangan Salah Paham

4.7K 168 5
                                    

3.50am

Alarm dari ponsel Addara berbunyi cukup nyaring. Tidak menunggu suara itu bunyi untuk kedua kali, Addara bangun pada getaran ke tiga dan mematikannya. Ia duduk di tepi kasur setelah mengambil segelas air yang selalu ia siapkan di meja di samping kasurnya. Addara meneguk air di gelas itu hingga tandas.

Duduk dengan pandangan kosong beberapa saat menjadi salah satu kebiasaan beberapa orang setelah bangun tidur. Termasuk Addara. Ia sedang mengumpulkan nyawanya sebelum akhirnya beranjak dan meninggalkan kamar.

Semalam, Addara yang memang pulang lebih larut dari biasanya, langsung tidur setelah membersihkan diri. Terlebih harinya kemarin memang melelahkan. Addara yang biasanya masak untuk makan malam dan sarapan sepulangnya ke rumah, ia lewatkan hal itu semalam.

Pagi ini, Addara bangun lebih awal untuk mengisi perutnya yang sudah lapar sejak semalam. Dengan kesadaran yang belum sempurna, Addara memulai acara masaknya. Ia juga berencana membawa bekal makan untuk hari ini. Ia akan membuat sesimpel mungkin.

Menghabiskan waktu lebih dari 30 menit berkutat dengan alat dan bahan masakan, akhirnya makanan yang Addara buat selesai. Addara mengambil piring, mengisinya dengan nasi yang sudah ia buat diawal dan menambah dengan lauk yang ia buat. Tidak bisa dibilang 'hanya' karena hari ini ia membuat ayam asam manis. Sebetulnya daging ayam itu sudah ada di freezernya beberapa hari. Itu sebabnya Addara membawa bekal hari ini. Sekalian menghabiskannya sebelum mungkin nanti tidak bisa lagi ia konsumsi dengan baik.

Addara menarik salah satu dari dua kursi di meja makan sederhananya. Meletakkan piring makannya, mengambil botol dari lemari pendingin dan gelas dari tempat cuci piring. Addara duduk setelahnya.

Ia makan dengan hening. Tentu. Ia hanya sendirian sekarang. Biasanya, ia akan selalu sarapan sambil sesekali memandang orang yang selalu menduduki kursi satunya. Sedikit bercerita tentang mimpi yang ia dapat di malam sebelumnya, menanyakan kegiatan apa yang akan ia lakukan hati ini, melapor ia akan pergi kemana, ia berangkat dan pulang jam berapa dan ia akan selalu menanyakan kondisi orang tersebut. Ayahnya. Satu satunya orang yang menemaninya disaat ia butuh seseorang untuk mengadu. Satu-satunya orang yang mengerti perasaannya. Satu-satunya pria yang ia sayang luar biasa. Namun Tuhan punya rencana lain. Ayahnya pergi lebih cepat dari yang Addara harap. Sekarang ia sendiri. Betul-betul sendiri. Rasanya, jika ia seharian di rumah, seharian itu pula rasanya malam. Hening, dingin dan gelap. Addara suka itu semua, tapi tidak untuk terjadi secara bersamaan dalam kesendirian.

Addara tersadar dari lamunannya. Ia sedikit mengusap ujung matanya yang tidak terasa sudah terlewati air mata yang entah sejak kapan. Ia juga baru sadar jika makanannya sudah habis. Ah jika membayangkan sosok Ayah, Addara memang selalu lupa segalanya.

Addara beranjak dari kursinya. Mendorong kursi tersebut agar kembali ke tempatnya. Ia berjalan menuju tempat cuci piring dan membersihkan alat makan serta barang kotor yang ia gunakan untuk memasak tadi. Selesai dengan itu, Addara menghampiri lemari makan untuk mengambil kotak bekalnya. Mengisi nasi secukupnya dan tidak lupa memberikan ayam asam manis yang ia buat disisinya. Ia menutup kotak tersebut dan beralih pada botol minum biru tua kesayangannya. Mengisi air hingga penuh dan menutupnya dengan benar. Ia membawa kotak bekal dan botol minumnya ke kamar untuk ia masukkan ke tas setelah membungkusnya dengan plastik takut-takut hal yang buruk akan terjadi.

Selesai memasukkan kotak makannya, Addara mengambil handuk yang tergantung di pintu kamar. Ia kemudian pergi ke kamar mandi untuk bersiap.

Sekitar dua puluh menit Addara mandi, ia keluar dengan handuk kecil yang membungkus rambutnya dan tubuhnya yang juga terbalut handuk. Menggunakan pakaian sebagaimana mestinya, Addara mengambil batik yang akan ia gunakan hari ini. Kantor mewajibkan karyawannya untuk menggunakan batik satu minggu sekali dan sudah di tentukan. Nita mengingatkannya kemarin sebelum pulang.

Rejection(s) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang