Satu minggu berlalu cukup cepat. Sabtu ini Addara memiliki jadwalnya sendiri untuk berdiam di rumah mempersiapkan tamu yang akan datang.
Diana kembali ke Indonesia 2 hari lebih cepat. Wanita itu mengabari Addara semalam bahwa ia akan berkunjung ke rumah Addara. Sekalian membunuh waktu sendirian karena sang suami disibukkan dengan urusan kepindahan dan juga rumah mereka belum sepenuhnya siap ditinggali, sementara ini mereka masih menggunakan jasa hotel.
Ponsel Addara yang ia simpan di kamar terdengar berdenting cukup nyaring. Ia yang sedang membersikan sofa langsung mengambilnya.
Pak Lucas
Jadi hari ini sayang?Ah pacarnya ternyata. Jika sebelumnya ponsel Lucas sangat minim huruf vokal, lain dengan akhir-akhir ini. Pria itu bahkan sering memanjangkan katanya dengan menambah beberapa huruf di akhir kalimat.
Jadi kak. Siangan kayanya
Saya ke sana ya
PlisssMau ngapain emang?
Kita mau masak-masak, kakak ngapain nanti kalau ke sini?Cobain masakannya
Ya Ra yaaaaKakak gabut banget?
Di sini juga gak ngapa ngapain
Mending kakak main, sama temen kuliah mungkinSaya gak punya temen
Ya raaa pliiiiisIya iya terserah kakak
Tepat dua detik selepas Addara mematikan layar ponselnya, suara gembok beradu dengan pagar terdengar. “Sayang, buka!”
Addara membulatkan matanya. Ia lantas mendekat ke pintu dan membukanya. Ia dibuat kaget dengan keberadaan Lucas yang berdiri dengan senyum sempurnanya di balik pagar.
“Kakak dari tadi udah di sini?” tanya Addara sembari membuka kunci gembok.
Lucas mengangguk lucu. “Udah,” jawabnya. Ia kemudian mengangkat satu paperbag yang ia pegang saat Addara membukakan pagar. “Belum sarapan, kan?”
Addara menggeleng kaku. Ia terkesima pada Lucas. Pria itu berjalan melewatinya dan masuk ke rumah tanpa beban. Lucas bahkan terlihat langsung ke dapur dan kembali dengan 2 piring lengkap dengan botol air, 2 gelas yang ditumpuk dan sendok.
“Anggap rumah sendiri, pak.” Sarkas Addara. Ia duduk berhadapan dengan Lucas, lesehan dengan meja sebagai pembatas.
Lucas menatap tajam pada Addara. Matanya menyipit tak suka mendengar panggilan yang Addara berikan. Berlainan dengan sikapnya. Pria itu menggeser satu bungkus nasi kuning yang sudah ia pindahkan ke piring.
“Makasih,” ucap Addara. Ia tak peduli dengan tatapan Lucas. “Sejak kapan ada di depan?” tanyanya. Ia menunggu Lucas selesai menata makanannya.
“Saya baru sampe tadi, langsung chat kamu,” Lucas mempersilakan Addara untuk makan seraya ia pun menyuap nasi miliknya.
“Kakak simpen mobil di depan emang aman?” tanya Addara.
“Saya gak bawa mobil,” jawab Lucas. “Nebeng sama Sam. Dia ada urusan deket sini. Lumayan, udah lama juga gak disetirin,” sambungnya.
Addara menatap Lucas tak percaya. Seingatnya, Lucas termasuk orang yang jarang untuk meminta tebengan. Pria itu lebih suka menyetir sendiri karena katanya lebih terjamin. Ya lain urusannya jika bukan dengan mobilnya. Pria itu paling anti mengendarai mobil orang lain.
“Rencananya gimana?”
Addara menatap Lucas. Mulutnya yang berisi nasi kuning membuat pipinya menggembung, Lucas dibuat gemas dengan itu. Addara mengunyah perlahan dan menelannya. “Rencana apa?” tanyanya sebelum menggigit potongan timun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...