Sesuai perkataan sang atasan, Addara patuh untuk memindahkan semua barangnya. Ia juga sudah berpamitan dan meminta maaf pada rekan seruangannya karena ia betul-betul merasa tidak enak yang entah untuk apa.
Waktu menunjukkan pukul 16.50 yang artinya 10 menit lagi jam pulang kantor akan tiba. Addara sudah menempati ruangan yang Lucas maksud. Ruangan kecil tapi nyaman yang terletak di depan ruangan Lucas. Addara bahkan baru tahu ruangan itu ada.
“Udah selesai?” suara bariton terdengar dari arah pintu membuat Addara yang sedang menata ruangan menoleh ke sumbernya.
“Sudah, Pak,” jawab Addara setelah membetulkan tata letak barang di meja kerjanya.
“Saya tunggu di parkiran sekarang,” kata pria itu—Lucas. Ia langsung pergi tanpa menunggu jawaban Addara.
Merasa ada sesuatu yang tidak mungkin, Addara berlari kearah pintu dan melongokkan kepalanya. “Absen finger print saya di jam 5, Pak!”
Lucas menoleh mendengar teriakan Addara. “Kamu udah gak perlu absen lewat fingerprint,” ujar Lucas yang langsung pergi setelahnya.
Addara menghela napas. “Selalu seenaknya,” gumam Addara. Ia kemudian masuk kembali, mengambil tas dan keluar untuk menyusul atasannya itu.
Sesampainya di parkiran, Addara celingukan mencari orang yang menyuruhnya. Jujur saja ia hanya tau mobil atasannya tapi tidak spesifik. Ada 3 mobil yang se-tipe dengan yang ia ingat.
“Ayo, masuk!” seruan terdengar setelah kaca mobil di hadapan Addara turun. Astaga Addara! Padahal mobil Lucas tepat di depan matanya!
“I-iya, Pak!” Addara lantas berjalan menuju pintu penumpang. Membukanya kemudian duduk dan memasang sabuk pengaman. “Pertemuannya jam berapa, Pak?” tanya Addara setelah mobil melaju keluar area kantor.
“Jam 7,” jawab Lucas singkat.
Addara menganggukkan kepalanya. Ia melirik jam di ponselnya yang baru menunjukkan pukul 5 tepat. Tersisa 2 jam dari waktu yang Lucas sebutkan, jadi mungkin saja tempat yang dituju cukup jauh, pikir Addara.
“Maaf sebelumnya, Pak,” Addara menoleh pada Lucas. “Nanti tugas saya ngapain, ya? Bapak gak kasih materi apa-apa ke saya siang tadi,”
Lucas mengetukkan jarinya pada stir yang ia genggam. Ia melirik sekilas pada Addara sebelum menjawab. “Cukup di samping saya aja,” jawabnya.
Addara mengangguk paham. “Kita bakal ketemu sama siapa, Pak?” tanya Addara.
“Pak Wicaksana,”
Addara membulatkan mulutnya. Pemilik perusahaan batin Addara. “Di kantor pusat, Pak?”
Lucas menggeleng. “Di rumah kami,”
✿✿✿
Sebuah mobil SUV hitam sudah terparkir di depan rumah bertingkat 2 dengan warna cat yang menenangkan. Sudah hampir 4 menit mobil itu terparkir di depan, namun tidak ada yang keluar dari mobil tersebut.
“Saya tanya sekali lagi," Addara—sang penumpang—menatap pria ber-jas di kursi pengemudi dengan tajam. “Kenapa Bapak bawa saya ke rumah Bapak?”
“Ck! Berapa kali lagi saya bilang, jawaban saya sama kaya tadi,” Lucas balik menatap Addara. “Kita ada pertemuan penting, sama Pak Wicaksana. Sekarang, turun! Saya tunggu kamu di luar,” titahnya sebelum keluar dari mobil.
Addara menghela napasnya. Ia yakin sesuatu yang tidak beres akan terjadi setelah ini. Meski begitu, Addara mencoba mengenyahkan pikiran buruknya sebelum akhirnya keluar menghampiri Lucas yang sudah berdiri di samping mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Novela JuvenilAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...