Suasana pagi di rumah bertingkat dengan tema minimalis ini selalu hangat. Semua anggota keluarga berkumpul di meja makan untuk menikmati sarapan yang dibuat oleh chef andalan keluarga mereka. Mama.
Semua sudah duduk di kursi masing-masing. Papa di bagian utama, sisi kiri ada Mama yang berhadapan dengan putra pertama. Di samping si sulung ada si bungsu yang berhadapan dengan si anak tengah.
“Abang, hp nya simpen dulu!” tegur Wicaksana—Papa—pada anak sulungnya.
“Tau nih abang, main hp mulu padahal gak ada yang chat juga,” Sambut Anna, satu-satunya wanita di rumah ini, yang memulai kegiatan rutinnya. Menggoda anak-anaknya.
“Makanya main hp juga berarti ada, Mam,” ujar Nathan, si bungsu. “Abang udah punya pacar kan, Bang?” tanyanya sambil menoleh pada sang kakak tertua. Pertanyaan Nathan itu tentu mengundang atensi semua penghuni meja makan. Semua menatap pada yang ditanya.
“Loh Abang udah move on?” tanya Samuel, si anak tengah. “Cewek mana yang bikin abang bisa lupain Kak Dara?”
Mendengar satu nama disebut, satu keluarga itu menampilkan reaksi yang berbeda. Papa yang mengangguk menyutujui pernyaataan dalam pertanyaan tersebut. Mama yang memicingkan mata dengan tangan memegang sendok yang sepertinya siap melayang kapan saja. Si bungsu, Nathan, yang menampilkan senyum miring khas miliknya.
“Kamu tau dari mana Abang punya pacar?” tanya Lucas pada Nathan.
“Loh kan Nathan tanya. Nathan gak ngasih pernyataan,” kata Nathan. “Tapi dengan Abang nanya kaya gitu, kayanya emang bener Abang udah move on,”
“Mama setuju sama Nathan,” Semua pandangan mengarah pada Anna. “Makan malam hari ini, bawa ceweknya. Mama pengen liat orangnya kaya gimana,”
Nathan kembali menampilkan senyum miring. “Kaya model kan, ya, Bang?” tanya Nathan. “Ah! Mam, Pah, Bang Sam, Abang sekarang sukanya sama yang seumuran. Bukan sama yang lebih muda,”
“Kamu tau?” tanya Samuel yang hanya dibalas gidikkan bahu oleh Nathan.
“Kamu so ta—”
“Bawa dia malem ini, Bang,” Wicaksana memotong perkataan Lucas dengan tegas. “Sekarang, semua sarapan dulu,” sambungnya diangguki yang lain.
Sarapan berlangsung hening. Kebiasaan keluarga ini jika di meja makan memang tidak ada percakapan, paling sesudahnya.
Semua fokus dengan makanan masing-masing kecuali Lucas. Dengan wajah tegasnya, ia berpikir, wanita mana yang Nathan maksud? Kenapa adiknya itu bisa memberikan spekulasi seperti itu? Dan apakah Nathan tahu sesuatu?
Sarapan memakan waktu sekitar 10 menit. Setelah itu, semua mempersiapkan diri untuk berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Wicaksana yang pergi ke kantor, Samuel pergi ke kampus, Nathan ke sekolah yang diantar oleh Lucas sebelum ke kantor. Anna dengan profesi mulianya sebagai ibu rumah tangga hanya mengantar para jagoannya sampai ke pintu sebelum berpamitan.
“Kamu tau sesuatu yang Abang gak tau kamu tau?” tanya Lucas dengan pandangan fokus pada jalanan di depannya. Ia sedang menyetir menuju sekolah Nathan yang memang tidak jauh dari kawasan rumah mereka.
“Abang ribet banget bahasanya,” protes Nathan di sebelahnya. Meski begitu ia tentu paham maksud abangnya ini. “Abang ngira Nathan tau apa?”
“Abang tanya, kamu jawab. Bukan malah balik tanya,”
Nathan memasang wajah datarnya. “Ya konteksnya apa dulu, Bang,” katanya dengan nada menyabarkan diri.
“Tadi kamu bilang Abang punya pacar, model, seumuran, maksudnya apa?” Lucas menoleh sekilas pada Nathan. “Atas dasar apa kamu ngomong kaya gitu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...