"Baik Bu, secepatnya akan saya kasih kabar untuk pertemuannya," ujar Addara pada manusia di seberang telepon sana. "Baik, selamat siang,"
Addara menyimpan kembali ponsel khusus yang Lucas berikan padanya, yang kontaknya hanya berisi kontak kolega bisnis dan semacamnya. Tidak, itu bukan murni diberikan pada Addara begitu saja. Ponsel itu sebelumnya memang dipegang Lucas karena ia sendiri yang menjalankan semuanya. Katanya, berhubung sekarang ada asisten, jadi ponsel itu diberikan pada asistennya.
Addara membaca kembali catatan yang ia buat tadi berdasarkan keterangan orang yang meneleponnya. Beberapa tanggal yang mereka ajukan sebagai pilihan untuk sebuah pertemuan cukup penting.
Setelah sedikit menghapalkannya, Addara kemudian bangkit dari kursi kerjanya dan berjalan keluar menuju ruangan di depannya. Ruangan milik Lucas tentunya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" sahutan terdengar dari dalam. Addara membuka pintu dan-
"Astaga!" Wanita dengan rambut half bun itu reflek menutup matanya karena kaget melihat pemandangan yang ia lihat. "M-maaf Pak, Bu. Saya permisi," Addara kemudian kembali menutup pintu dengan mata tertutup setelah sedikit membungkukkan badan.
Terlihat biasa saja bagi orang lain, tapi itu pemandangan asing bagi Addara. Hanna, wanita yang selalu memakai pakaian mini terlihat sedang duduk dipangkuan Lucas sembari memeluk leher pria itu membuat bagian dada Hanna terlihat menempel dengan bagian bawah wajah Lucas. Sebuah culture shock kalau kata orang.
"Mata aku udah mulai ternodai, astaga!" gumam Addara yang sudah kembali duduk di kursi ruangannya. Ia mengusap-usap matanya seolah ingin menghapus apa yang ia lihat tadi.
Addara menormalkan detak jantungnya. Katakanlah Addara lebay dan semacamnya, tapi sungguh, hal yang ia lihat barusan bukan hal yang baik. Addara yakin itu.
Brugh! Suara tendangan cukup kencang terdengar dari luar pintu ruangan Addara membuat sang penghuni ruangan reflek berdiri dan menolehkan kepalanya pada jendela.
"Ganggu lu, sialan!" makian terdengar dari suara wanita yang berjalan menjauh, mungkin ke arah lift. Entah siapa yang membuat sedikit kegaduhan itu.
Addara menunggu keadaan sedikit aman, menurutnya. Ia kemudian berjalan menuju pintu dan melongokkan kepalanya keluar. Benar! Pintu lift baru saja tertutup begitu Addara melihat ke ujung lorong.
Berbarengan dengan itu, pintu ruangan Lucas terbuka menampilkan sang pemilik ruangan yang merapikan jas nya sembari berdeham mengalihkan perhatian Addara.
Lucas berjalan menuju ruangan Addara membuat wanita itu memundurkan badannya sembari melebarkan pintu untuk mempersilakan atasannya itu masuk.
"Ra, sa-"
"Maaf pak tadi saya ganggu," Addara memotong ucapan Lucas. "Saya dapet telepon dari Bu Raina untuk pertemuan perancangan projek. Beliau mengajukan hari untuk pertemuannya,"
"Ra deng-"
"Katanya, kalau mau di minggu ini, mereka bisa di hari Jum'at siang dan kalau minggu depan di Selasa pagi,"
"Ra, pli-"
"Jadi mau di hari apa, Pak? Jadwal bapak di 2 hari itu emang kosong. Maaf saya tanya bapak dulu karena takutnya Bapak ad-"
"Addara Olivia bisa denger saya sebentar?!" potong Lucas dengan nada tegas di dalamnya. Addara yang sedang melihat pada buku catatannya mendadak menutup buku tersebut dan berdiri tegap menghadap Lucas yang entah mengapa sudah berada tepat di depan Addara. Seingatnya, Lucas berdiri di dekat sofa, bukan di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...