Sudah terhitung 3 hari sejak Lucas tidak datang ke perusahaan, selama itu pula Addara mengurus semuanya sendirian.
Beberapa pertemuan yang memang harus dihadiri, Addara datang sendirian dan melakukannya dengan baik meskipun ada perasaan was-was.
Lucas tidak memberi kabar selain mengirim materi untuk meeting. Pria itu selalu melewatkan pertanyaan Addara mengenai kenapa ia tidak hadir selama itu. Apa pria itu mengundurkan diri dari perusahaannya sendiri? Apa itu terdengar masuk akal?
Kemarin, tepatnya sebelum istirahat makan siang, Addara berpapasan dengan Hanna yang terlihat membawa sebuah kotak makan bertumpuk. Wanita itu jelas membawa untuk Lucas. Namun, mendapati Lucas tidak ada di ruangannya, wanita yang khas dengan mini dressnya itu langsung meninggalkan ruangan tanpa bertanya pada Addara.
Pagi ini, pukul 8, Addara masih belum mendapati tanda-tanda kehadiran sang atasan. Jadwal hari ini kosong, tidak ada meeting dan sebagainya. Addara hanya perlu memeriksa laporan dari beberapa divisi sebelum diserahkan pada Lucas.
Ceklek! Suara pintu terbuka terdengar dari luar ruangan Addara. Addara yang mendengar itu sontak bangkit dan membuka pintu ruangannya.
Benar! Ruangan Lucas baru saja dimasuki seseorang. Bertepatan dengan Addara keluar, pintu itu kembali tertutup.
Addara berjalan mendekat dan membuka pintu ruangan Lucas.
“Pa—Samuel?” dugaan Addara meleset. Bukan pemilik ruangan ini yang datang. “Ada yang lagi dicari?”
“Oh hi kak!” sapa seorang pria yang namanya Addara sebutkan. “Papa minta cari berkas, kak.” Katanya, menjawab pertanyaan Addara.
“Ada yang bisa dibantu?” tawar Addara. Bukan apa, posisinya ia seorang masih sekretaris, ia akan melakukan pekerjaannya sebisa mungkin.
Samuel yang berada di belakang meja, menggeleng kecil. “Abang bilang berkasnya di laci. Jadi gak susah,” katanya sembari membuka laci meja. Tidak sampai 5 detik, sebuah map berwarna hitam berhasil Samuel keluarkan.
“Pak Lucas kenapa?”
“Hmm?” Samuel mengangkat pandangannya. Ia berjalan keluar dari tempatnya. “Abang?”
Addara mengangguk. Posisinya sama sekali tidak berubah. Berdiri tegak di dekat pintu. “Ini hari keempat pak Lucas gak datang,” ujar Addara. “Dia baik-baik aja?”
Samuel terkekeh entah untuk apa. “Untuk hari ini udah baik-baik aja,” jawabnya. Ia memberi kode pada Addara agar mendekat dan duduk di sofa. “Kakak gak tanya langsung?”
Addara mendudukkan bokongnya di sofa yang berhadapan dengan Samuel. “Kemarin-kemarin kenapa? Aku tanya gak dijawab,”
“Kalian masih lucu ternyata,” ucap Samuel tidak menjawab pertanyaan. “Abang baru aja pulang dari rumah sakit. Dari selasa pagi dia diopname,”
“Hah? Abang sakit?”
Samuel terkekeh. “Udah mendingan kalau hari ini. Cuma dokter bilang masih harus istirahat,” jawabnya. Bertepatan dengan itu, sebuah pesan masuk pada ponselnya. “Aku tinggal dulu ya, kak. Papa udah nanyain berkasnya,” pamitnya.
Addara mengangguk ragu mengantar kepergian Samuel. Ia kemudian berjalan kembali ke ruangannya dan meraih ponselnya di sudut meja.
“Kenapa gak diangkat!” protes Addara saat nada yang tidak diinginkan hadir menjawab teleponnya.
Addara mencoba untuk kedua kali. Mendial nomor yang sama. Ia mengetukan telunjuknya pada tombol space di laptop dengan tidak teratur.
“Ad—”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...