Sunday 10am
Kelas pertama Addara baru selesai 2 menit lalu. Ia beranjak dari kelas setelah merapikan beberapa hal yang terlihat berantakan. Tujuannya kali ini tentu taman, untuk merefresh otak dan emosinya yang sedikit terkuras karena beberapa anak yang ia ajar sedikit lebih aktif dari biasanya.
Turun di tangga terakhir, pandangan Addara jatuh pada seorang pria yang berada tepat di samping seorang anak perempuan yang terlihat sibuk dengan pulpen berwarna dan kertas di meja. Tubuh anak itu sedikit maju karena jarak kursi paten dan meja paten yang cukup jauh untuknya.
"Hi Rena!" sapa Addara pada anak perempuan itu. Ia duduk di samping anak yang ia panggil Rena sedangkan di sisi lain, seorang pria duduk di sana. Rena diapit.
"Hi Miss!" balas Rena dengan riang.
"Kenal?" tanya pria di sebelah Rena. Arkan.
Addara mengangguk. "Murid aku," jawab Addara. "Rena nunggu siapa?"
"Nunggu mommy," jawab Rena. "Mommy minta aku tunggu kalau belum dijemput," sambungnya sambil menatap Addara, menjeda kegiatannya yang sedang menggambar.
Addara mengangguk. Tak melontarkan pertanyaan lagi. Pun Arkan di sana tidak berbicara. Pria itu rupanya sedang melakukan hal yang sama dengan Addara. Menenangkan diri. Jadwal mereka seperti kemarin, mendapat jam ajar sama persis.
Perhatian Addara sempurna tertuju pada hasil gambar Rena. Gambar sederhana khas anak-anak.
Dalam kertas itu terdapat dua manusia-keduannya perempuan. Di atas kepala, ada tulisan Momy and Natta lengkap dengan simbol hati. Di samping potret manusia, ada tulisan khas yang diberi kotak pembatas. Membuat Addara tersenyum membacanya. Anak ini memang manis.
Natta sayang sekali sama mommy. Natta juga sayang sama grandma tapi grandma gak ada di sini jadi Natta ga gambar.
Melihat Rena yang mengemas barang, Addara kemudian mengangkat pandangannya. Ia tak mau ketahuan sudah membaca note yang Rena buat.
Manik Addara tertuju pada pintu masuk. Wanita berkemeja hitam itu langsung berdiri setelah melihat seseorang.
"Ar aku ke toilet dulu," pamitnya pada Arkan. "Bye, Rena." Sambungnya kemudian berjalan cepat ke ujung lobby, samping tangga. Ia bahkan mengabaikan Arkan yang seolah ingin menanyakan ada apa.
Dari ujung sini, Addara memperhatikan titik tadi. Seorang wanita dengan dress berwarna beige selutut datang pada Rena. Wanita itu juga terlihat menyapa Arkan walau hanya selintas. Tak lama, wanita itu membantu Rena memasang tasnya di punggung kemudian pergi meninggalkan tempat bimbel.
Addara mengerutkan keningnya. Beberapa pertanyaan hinggap di kepalanya hingga sebuah suara mengejutkannya dari arah tangga.
"Kak Dara di sini!" teriak sang pelaku seolah memberitahu seseorang bahwa ia menemukan seorang tersangka.
"Nathan!" pekikkan tertahan dari Addara karena keterkejutannya. "Ngapain di sini?"
"Kakak yang ngapain ngumpet disini?" Nathan balik bertanya seraya turun dan berdiri berhadapan dengan Addara. "Kakak liat Abang, ya? Makanya ngumpet,"
Addara menatap Nathan datar. "Aku gak liat Abang kamu sejak pulang kantor," jawab Addara.
"Bohong," tukas Nathan. "Kakak sama pak Arkan kemarin liat Nathan bareng Abang di gerbang depan. Pak Arkan sadar ada Abang, tapi Kakak nyuruh dia buat gak liat ke arah kita. Bener, kan?"
Addara terdiam. Nathan memang sepemerhati itu.
Suara singkat datang dari sebuah ponsel. Tepatnya ponsel yang Nathan genggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...