"Kakak!" teriakan Addara memenuhi seisi rumah. Ia berteriak dari arah dapur namun sampai ke telinga Lucas yang sedang mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya di lantai 2.
"Sebentar, Sayang!" Lucas membalas teriakan Addara namun suaranya tak sejelas milik sang istri. Ia mengetikkan beberapa hal di papan ketiknya sebelum bangkit dan meninggalkan ruang kerja.
Sepanjang perjalanan dari ruang kerja menuju tempat Addara berada, ia menebak-nebak apa yang istrinya butuhkan. Sejak minggu kedua mereka menikah, Addara jauh lebih sering meminta bantuan padanya, ia memang meminta begitu.
Mempunyai istri yang mandiri membuat Lucas merasa tidak seperti seorang suami. Di awal-awal pernikahan mereka, ia beberapa kali dikejutkan dengan apa yang Addara lakukan. Istrinya itu bisa tiba-tiba berdiri di kursi untuk memasang pajangan dinding di tempat yang begitu tinggi, atau menghilang dipagi hari yang ternyata pergi kepasar atau supermarket dengan 3 tas belanja besar saat pulang.
Itu sungguh membuatnya terkena serangan jantung.
Lucas memang merasa bangga dengan Addara yang sanggup melakukan semuanya sendirian. Namun, kini, sebagai suami, ada perasaan di mana ia ingin diandalkan oleh istrinya. Rasanya, ia lebih senang dimintai tolong untuk hal sepele ketimbang tidak dimintai tolong untuk hal-hal besar.
Sejak ia membicarakan itu dengan Addara, wanitanya perlahan membutuhkannya. Seperti janjinya sebelum menikah, ia kini sering menemani Addara pergi belanja walaupun saat ke pasar, ia akan jadi sasaran ibu-ibu di sana yang menggodanya dan Addara yang mengakuinya sebagai kakak. Addara juga lebih sering minta tolong untuk membantu hal kecil walaupun ia tahu itu hanya untuk membuat keinginannya untuk diandalkan terpenuhi.
"Tolong ambilin panci besar yang paling atas itu, Kak,"
Lucas tertawa kecil. Benar saja. Panci yang Addara tunjuk memang berada paling atas namun dengan satu kursi Addara pasti bisa mengambilnya. Ia juga tahu kenapa Addara memanggilnya. Wanita itu pasti takut ketahuan berusaha sendiri karena beberapa menit lalu ia bilang akan membantu Addara memasak.
Addara menggumamkan terima kasihnya saat ia memberikan panci itu. Wanita itu segera melanjutkan apa yang akan ia lakukan setelahnya.
Ini masih begitu pagi. Matahari bahkan masih punya banyak kesempatan untuk sampai di atas kepala namun dapur sudah begitu ramai walau hanya diisi oleh Addara. Siang nanti, pasangan itu akan pergi bersama keluarga Lucas untuk berlibur. Rencana itu baru dibuat kemarin malam oleh Anna. Katanya, sudah lama ia menginginkan libur bersama dengan anak-anaknya untuk beberapa hari.
Addara sibuk dengan kegiatan masaknya tanpa menyadari Lucas masih berdiri beberapa langkah di belakangnya. Lucas memperhatikan apa yang Addara lakukan tanpa terlewat. Akhir-akhir ini, Addara sangat senang berada di dapur dan meningkatkan kemampuan memasak juga membuat kue dan semacamnya. Lucas dengan senang hati menjadi food-taster. Tidak ada yang buruk sejauh ini, meskipun beberapa kadang terlalu asin atau terlalu manis.
"Suaminya masih di sini, Mbak."
Tubuh Addara bergetar karena terkejut mendengar suara berat milik Lucas. Lucas pun terkejut karena tak menyangka istrinya akan bereaksi seperti itu. Ia segera memeluk Addara dengan tertawa dan meminta maaf.
"Ngangetin saja!" tegur Addara setelah Lucas melepaskan pelukannya. Ia sempat memukul pelan pundak suaminya. "Sudah selesai?"
Addara masih berstatus sebagai asisten pribadi Lucas di kantor. Ia masih diandalkan oleh Lucas bahkan oleh Wicaksana. Namun, ia tak menangani pertemuan dengan klien. Ia benar-benar hanya membantu suami dan mertuanya memperingan pekerjaan mereka. Lucas kini mempunyai sekretaris yang baru direkrut tepat sesaat setelah ia masuk dari cuti menikah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...