“Bang jangan lupa, hari ini Nathan bimbel,” suara Nathan yang berjalan mendekati meja makan mengalihkan pandangan Lucas dari sandwich di tangannya.
“Sam yang anter kamu,” ujar Lucas. “Abang ada urusan,”
Nathan menatap datar abangnya. “Bang Sam aja belum bangun,” rutuknya. “Abang mau pergi kemana emang?” tanya Nathan sambil meraih gelas berisi susu putihnya.
“Jalan-jalan sama Dara,” jawab Lucas setelah menelan makanannya.
“Kak Dara?” ulang Nathan. “Abang mending anter Nathan daripada jalan sama Kak Dara,” Nathan melahap ujung sandwich miliknya.
Lucas memberi tatapan aneh pada Nathan. Jika adiknya itu mengatakan hal demikian, bukankah artinya Nathan tidak menyukai Addara? Tapi seingatnya, tidak ada satupun orang di dekatnya yang tidak menyukai gadis yang ia sukai itu.
“Abang juga pasti gak bikin janji sama kak Dara, kan? Jangan so’ mau kasih kejutan, Bang. Abang aja gak tau jadwal kak Dara,”
Lucas semakin menatap heran pada Nathan. Jadwal Addara? Harusnya wanita itu sedang di rumahnya dan tidak melakukan apa-apa karena sedang libur, maka dari itu ia berniat mengajak Addara menghabiskan waktu hari ini.
“Abang pasti bingung,” Nathan terkekeh. Ia melirik tangan kirinya yang terpasang jam kecil. “Nah, sekarang mending anter Nathan. Nanti abang tau maksud Nathan,”
****“Hari ini mau sarapan apa, Ra?”
“Hah? Apa, Ar?”
Arkan terkekeh di balik helmnya. Ia membuka kaca. “Mau sarapan apa?” ulangnya sembari sedikit menoleh.
“Ohh, bubur aja, Ar.” Jawab Addara.
Arkan mengangguk. “Oke,”
Sabtu ini seperti biasa, Addara ada jadwal untuk mengajar. Malam tadi, Arkan mengabari bahwa ia akan menjemputnya. Kebetulan juga Sabtu kali ini Arkan tidak perlu menunggu beberapa jam hingga jam ajarnya. Hari ini pria itu mendapatkan jadwal yang sama dengan jadwal Addara.
“Pak 2, ya! Satu gak pake sambel.” Addara menghampiri Arkan yang sudah duduk di salah satu kursi.
“Ra, nanti makan malem di rumah gua, ya?”
“Hmm?”
Arkan membetulkan duduknya. Mereka duduk berhadapan dengan meja sebagai penengah. “Risha kayanya udah kecantol sama lu,” ujar Arkan. “Sejak lu ke rumah minggu lalu, dia nanyain lu mulu. Kebetulan juga Bunda pulang dari rumah sakit siang ini, ya itung-itung syukuran lah.”
Addara menganggukkan kepalanya. Meskipun ia tidak bertemu dan tidak tahu tentang Bundanya Arkan minggu lalu, tapi sepulang mereka dari acara malam itu, Arkan menceritakan bahwa bundanya sedang di rumah sakit dan sudah hampir 2 minggu.
“Boleh-boleh,” angguk Addara. “Aku gak ada acara juga nanti malem.” Sambungnya.
“Jam 7 gua jemput,” kata Arkan yang dianggukki Addara.
Tidak lama, bubur pesanan mereka datang. Mereka memakan sarapan tanpa obrolan, hanya dengan suara lalu lalang pengendara yang bepergian.
Setelah selesai dengan sarapan, mereka meninggalkan tempat tersebut menuju tempat mereka mengajar.
“Hari ini jadwal kita sama persis, Ra,” ujar Arkan sembari menunggu helm yang Addara lepaskan. “Nanti tunggu di taman kalau lu lebih dulu keluar, gua anterin pulangnya.”
“Kamu bolak-balik lagi dong kalau anterin aku dulu,” Addara menoleh pada Arkan. Mereka baru saja meninggalkan tempat parkir motor.
“Gua gak ada kegiatan lain juga.” Balas Arkan. “Jadi san—Loh pak Lucas?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...