37| Hannah

1.6K 73 18
                                    

Kegiatan di kantor akhir-akhir ini cukup padat. Tidak. Sangat padat. Belakangan, Addara cukup jarang bertemu dengan Lucas.

Addara jadi mempertanyakan posisinya.

Jika mengingat permintaan Lucas awal sekali ia bekerja, ia adalah seorang asisten dan/atau sekretaris. Dalam pikiran Addara, ia akan selalu ikut Lucas kemanapun pria itu bekerja. Tentu untuk meringankan atau sekedar menemani Lucas bertemu dengan para kliennya.

Tapi lain dengan kenyataannya sekarang ini. Dalam bulan ini, Addara bertemu Lucas kurang dari 2 minggu dan itupun secara acak.

Addara tahu jadwal Lucas, tentu saja karena ia berhubungan dengan para klien juga. Tapi satu yang ia tidak tahu hingga sekarang. Lucas punya seseorang yang mengambil alih pekerjaannya lebih serius.

Ponsel di meja kerja Addara berbunyi menandakan pesan masuk. Wanita sang pemilik yang semula sibuk dengan dokumen yang sedang dikerjakan di laptop kemudian mengalihkan pandangannya dan membuka pesan yang didapat.

Pak Lucas
Ra minta tolong cek berkas di ruangan saya. Map biru di lemari kedua dari kiri.
Tolong kirim halaman yang udah saya kasih tanda. Difoto aja

Addara yang membaca itu dengan seksama langsung melaksanakan perintah yang didapat.

Wanita itu memasuki ruangan Lucas dan langsung menuju tempat yang Lucas maksud. Mencari map yang Lucas sebutkan kemudian memotret beberapa halaman yang sudah disorot. Cukup banyak ternyata. Sekitar 10 foto yang Addara ambil dan langsung dikirimkan pada atasannya.

Addara membereskan kembali fail yang ia ambil. Memasukkan ponsel ke saku celananya kemudian berjalan menjauh dari meja Lucas.

Tepat saat melewati dua sofa yang ada di ruangan ini, pandangan Addara langsung tertuju pada pintu yang terbuka dari luar. Sedikit membuat Addara terkejut sebelum akhirnya ia menyapa.

“Siang, mbak.” Sapa Addara ramah.

“Ngapain kamu di sini?” sang lawan bicara bertanya yang tentunya mengabaikan sapaan Addara.

Addara tersenyum simpul. “Perintah pak Lucas, mbak.” Jawab Addara. “Silakan duduk. Ada perlu apa, mbak?” tanyanya cukup formal.

Wanita itu, Hannah, memindai Addara dari atas hingga kebawah. Ia kemudian berjalan angkuh melewati Addara dan duduk di kursi kebesaran Lucas. 

“Ada yang bisa saya bantu, mbak?” tanya Addara. Ia duduk di sofa tamu dengan posisi menghadap Hannah. Ia menumpangkan satu kakinya ke kaki lainnya.

“Saya tunggu Lucas di sini.” Jawab Hannah. “Silakan, bisa pergi.” Sambungnya dengan gestur mempersilakan pergi menunjuk pintu.

Addara tersenyum kotak. “Ada yang mau disampaikan sama pak Lucas? Kebetulan pak Lucas ada jadwal di luar kantor dan kemungkinan belum kembali sebelum jam tiga,”

Hannah menatap datar Addara. Ia terlihat merubah posisi duduknya dengan melakukan hal yang sama dengan Addara. Menumpangkan kaki. “So? What are you gonna do here?” tanya dengan nada yang tidak mengenakkan. “Saya bisa tunggu Lucas di sini.”

Addara tertawa sumbang. “Lebih masuk akal untuk saya di sini ketimbang mbak.” Jawab Addara. “Pak Lucas udah kasih izin untuk masuk dan tunggu dia di sini, mbak?”

Wanita yang duduk dengan sedikit angkuh itu mengangguk yakin. “Lucas pasti kasih izin saya untuk masuk.” Jawabnya dengan percaya diri.

Addara mengangguk. “Saya telepon pak Lucas dulu, ya mbak.” Katanya. Ia merogoh celananya untuk mengeluarkan ponsel. Namun belum sempat ia membuka apa yang ia cari, suara Hannah kembali menginterupsi.

Rejection(s) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang