Sesuai yang Addara katakan kemarin, hari ini ia pergi ke rumah Lucas—untuk bertamu pada Anna.
Lain dari yang diperkirakan, Lucas tidak datang untuk menjemput Addara hari ini. Pria itu bahkan masih tak membalas pesan Addara dari kemarin. Lucas sudah mengaktifkan ponselnya namun tidak—sama sekali tidak—menjawab pesan atau menelepon balik Addara.
Pukul 9 tadi, Addara baru saja sampai di rumah keluarga Wicaksana. Ada sedikit pertanyaan dari Anna yang menyambutnya kenapa Lucas tidak menjemput wanita itu. Addara beralasan dengan jawaban yang tidak masuk akal.
“Abang bilang ada urusan dari semalem.”
Itu jawaban yang Addara jadikan alasan. Entah. Padahal ia saja tidak tahu keberadaan Lucas. Mungkin di apartemennya atau di tempat lain. Addara tidak mempunyai klu.
Rencana Anna kali ini mengajak Addara berbelanja. Bukan berbelanja pakaian atau tas dan semacamnya. Anna mengajak Addara ke supermarket untuk belanja berbagai kebutuhan rumah tangga. Sekalian membeli bahan untuk makan malam nanti katanya.
Mereka berdua pergi dengan diantar supir keluarga. Tidak efisien jika mereka harus menggunakan taksi online. Anna meminta supir suaminya untuk mengantar hari ini. Wicaksana sendiri memiliki jadwal mengecek beberapa proyek yang tidak Addara mengerti.
Rumah keluarga Wicaksana pun sedang tidak ramai. Lucas yang pergi entah kemana. Wicaksana dengan urusan bisnisnya, Samuel dengan kepentingan kuliahnya dan si bungsu dengan les nya.
Sudah hampir satu jam Anna dan Addara mengitari supermarket. Tidak heran bagi wantia berlama-lama di tempat seperti ini. Apalagi ditambah dengan obrolan-obrolan kecil yang selalu menemani setiap langkah dan dorongan trolley.
Keranjang dorong berukuran besar yang Addara dorong masih setengah terisi. Betul-betul kebutuhan rumah tangga isinya. Mulai dari paket makanan siap saji, beberapa bumbu instan, kebutuhan kamar mandi seperti kapur barus dan sikat gigi, bermacam sabun, dan lainnya.
Makin lama, keranjang dorong pun terisi penuh dengan tambahan beberapa sayuran hijau dan kebutuhan dapur lainnya. Anna memutuskan untuk mengakhiri acara belanja dan Addara menyutujuinya.
Anna meminta supirnya untuk menata barang belanjaan mereka di mobil. Wanita itu kemudian menyuruh sang supir untuk pulang terlebih dulu. Addara awalnya bingung karena tidak sesuai rencana awal. Namun Anna bilang, ia merubah rencananya. Mengelilingi mall terdengar tidak buruk dan sekalian mencari makan, katanya.
Langkah dua wanita itu berhenti di salah satu tempat makan. Bukan tempat menarik. Hanya restoran cepat saji.
“Selamat makan, Ra.” Ucap Anna saat keduanya sudah berhadapan untuk makan.
“Selamat makan, Mam.” Balas Addara.
Keduanya kemudian tenggelam pada apa yang mereka pesan. Satu set bento dengan beberapa tambahan variasi.
“Mam, abang udah bilang tentang ibunya Addara?” tanya Addara di akhir makanan mereka. Sisa 2 suap terakhir dengan makanan penutup yang sudah menunggu.
Anna mengunyah suapan terakhirnya. “Udah.” Jawabnya. “Mama seneng dengernya. Ya meskipun Mama gak berharap dia masih ada,”
Addara sama sekali tidak tersinggung. Ia malah tertawa mendengar pernyataan Anna. “Kenapa? Bukannya bagus aku jadi punya Ibu?” tanyanya masih dengan kekehan.
“Dia terlalu keenakan, sayang.” Jawab Anna. “Dia memilih untuk gak nemenin kamu waktu kamu butuh dan sekarang datang gitu aja disaat semua dalam keadaan sangat baik. Gak adil rasanya,”
Addara kembali tertawa. “Aku juga gak nyangka reaksi tante Diana saat tau aku anaknya. Aku kira dia bakal gak terima atau malah kita berantem dan sebagainya,”
KAMU SEDANG MEMBACA
Rejection(s) [END]
Teen FictionAddara tidak suka membaca buku atau menonton film dua kali. Ia sudah paham jalan cerita dan akhir dari cerita itu nantinya. Menurutnya, itu sama seperti menjalin hubungan yang sama dengan mantan. Tapi, bagaimana jika hubungan yang sebelumnya memang...