REGNO [7]

862 127 3
                                    

sekarang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, tetapi tidak ada tanda tanda kehidupan di rumah berlantai dua yang dihuni oleh lima orang pria tampan di dalamnya.

Seharusnya mereka sudah harus beraktivitas ketika jam menunjukkan pukul tujuh, tapi nyatanya kelima orang ini tidak ada yang terbangun. Alarm pun tidak lagi ada fungsinya bagi mereka yang tertidur lelap layaknya kerbau.

"jam berapa Jen?" Mark yang tidur di kamar Jeno mengerang pelan saat ia merasa tidur nya terganggu dengan sinar matahari yang menembus dari celah jendela kamar adiknya. Jeno berdehem tidak tau. Ia masih ingin bergelung dengan selimut tebal miliknya. Rasanya ia benar benar kelelahan semalam, tubuhnya bahkan hampir remuk.

Semalam, Jeno ditugaskan taeyong untuk menghitung lampu jalanan sepanjang malam sementara Mark menghitung berapa banyak garis di tengah jalan saat mereka lewat. Sungguh pekerjaan yang sangat memiliki faedah bukan?

"eunghh JEN JAM SEMBILAN" mark langsung tersadar dari tidurnya yang tadinya nyenyak. Seluruh tubuhnya bagaikan diguyur oleh air dingin saat ia tersadar sekarang sudah jam berapa.

"HAH? JAM BERAPA?" Jeno yang tadi setengah sadar bertanya, memastikan apakah kupingnya benar atau dia hanya salah mendengar?

"JAM SEMBILAN ANJIR, UDAH TELAT BANGET KITA" Mark kembali berteriak, mengambil kaus nya yang sebelumnya ia lempar ke meja belajar milik jeno dan turun menghampiri siapapun yang ada di bawah.

"ini jam segini kok Mark ngga dibangunin?" Mark langsung protes kepada seorang yang tengah duduk di kursi makan. Matanya masih sayu khas orang yang belum cukup tidur. Di depannya ada segelas susu coklat dingin yang sepertinya belum di sentuh sang pemilik.

"gimana mau bangunin kalian? Gue aja baru bangun" taeyong berujar sinis. Ia kemudian meminum susu dingin miliknya kemudian menggeser peralatan yang ada di meja makan sebelum ia naik ke meja makan dan kembali terlelap di atas sana.

Mark mendesah, makhluk itu sangat amat tidak berguna sekali.

"lo baru bangun juga?" Jaehyun turun masih dengan bertelanjang dada. Ia bahkan masih menguap dan rambutnya berantakan. Jaehyun lantas melompat ke sofa panjang ruang tengah untuk kembali tertidur.

Mark yang sedang mengambil air dingin menganggukan kepalanya. "iyalah. Sungchan belum bangun?" Tak lupa, ia mengambil semangka yang sudah jaehyun potong beberapa waktu lalu di kotak kemudian duduk di kursi sebelah jaehyun. Memakannya dalam diam.

"tidur lagi dia, bolos katanya tadi bilang padahal ada ulangan" jaehyun menyahut. Walau suaranya sedikit hilang karena dia harus karaoke semalaman.

"Laper" Jeno berujar sambil mengusap usap perutnya dengan tangan kiri. Dibelakangnya ada sungchan yang berjalan dengan terhuyung huyung dengan berpegangan pada tangga. Rambutnya berantakan, ia bahkan belum sempat menyisir rambutnya.

Mereka kemudian merebahkan dirinya di lantai. Rasanya masih mengantuk tapi nyatanya perut mereka yang belum diisi benar benar tidak bisa berbohong.

"ngga ada bahan makanan" jaehyun menyahut. Ia kemudian beranjak mengambil remote. Ia menguap dan berbaring telungkup. Menyaksikan berita yang tengah terputar secara tidak sengaja.

"hah? Kok meninggal? Itu bukannya pelaku korupsi?" Mark berhenti mengunyah semangka miliknya. Ia kemudian menonton tayangan televisi, pun dengan Jeno dan sungchan yang membuka matanya dan bangun.

"Bukannya kemarin dia masih hidup?" Sungchan bertanya sambil mengedip ngedipkan matanya. Ia juga menatap fokus ke televisi.

"apa ini ulah taeyong?" Jeno bergumam saat pembawa acara memberi tahu luka pembunuhan.

"mulutmu" taeyong yang masih merebahkan dirinya di meja makan menyahut. Enak saja. Dia bahkan tidak melakukan apapun malam ini. Ia hanya bermain game semalaman sepulang bekerja. Pun bekerja dengan mereka.

"bukan gue" taeyong menyahut kemudian duduk di samping Mark, mengambil semangka milik Mark dan mengunyahnya dalam diam.

"Menurut lo siapa yang ngebunuh?" Jaehyun bertanya kepada taeyong. Taeyong hanya bisa mengangkat bahu. "ga tau. Gue ngga tau itu luka ciri khas punya siapa" taeyong menyahut sambil menguap.

"bang, laper" lagi dan lagi, urusan perut sungchan adalah yang utama. Perutnya sudah berbunyi. Ia kemudian menatap taeyong sambil menunjukkan tatapan permohonan. Taeyong mendengus.

"sana belanja. Udah ngga ada stok makanan di rumah. Males keluar. Panas" ujar taeyong sambil melemaskan kepalanya di sofa.

"gue ada rapat Hima" jaehyun menyahut cepat.

"gue ada kerja kelompok di rumah chenle" sungchan berujar.

Tinggal Jeno dan Mark yang saling pandang. Belum sempat Jeno mengeluarkan alasan, Mark sudah menyahut "lo ngga usah macem macem ya! Temenin gue belanja ke supermarket"

Jeno mendengus. Tidak bisa dia untuk kabur.

"Bang, kasih list apa aja yang perlu gue beli. Ada yang mau nitip?" Sungchan mengangkat jarinya.

"Siapa yang bilang kalian bakal beli di supermarket?" Jeno dan Mark yang tadi sudah bangun hendak mandi langsung menoleh. "Heh?"

"kalian berdua beli di pasar. Duit kita udah habis. Gaji lo udah buat mabok, gaji lo udah buat bayar UKT, sungchan buat biaya awal masuk sekolah gaji lo udah buat bayar les. Kita harus berhemat" taeyong menunjuk keempat orang yang lebih muda bergantian. Yang ditunjuk hanya tertawa canggung. Benar, mereka sudah miskin akhir bulan ini.

Dan alhasil, kini mereka berdua berjalan di tengah hari yang panas dengan membawa masing masing satu kantung kresek penuh yang ada di tangan masing masing.

"Jen, itu siapa?" Mark bertanya sambil menepuk nepuk bahu Jeno yang sedang berjalan di sampingnya. Jeno menoleh. Menajamkan matanya saat melihat seorang wanita tengah berbaring di halte yang tidak jauh dari tempat mereka berdua berjalan.

"Samperin hei, samperin" cepat cepat Jeno dan Mark berlari mendekat. Insting nya Yangs udah diasah sejak lama tentu saja langsung bergerak dengan cepat.

"Loh yeji?" Jeno berujar saat melihat teman sekelasnya tidak sadarkan diri di halte dengan kondisi tidak baik baik saja.

"Lo kenal?" Jeno yang sedang mengecek kondisi yeji menganggukan kepalanya. "Temen kelas. Telepon ambulans atau cari taksi. Kayanya darahnya udah keluar banyak" Jeno berujarsaat ia melihat darah di dahi yeji serta tubuh yang lebam. Mark menganggukan kepalanya, ia kemudian mengambil ponselnya untuk menelepon ambulans.

"Menurut lo kenapa? Dia mau bunuh diri?" Mark bertanya saat yeji sudah masuk ruang gawat darurat. Mereka berdua masih menunggu diluar rawat. "Ngga mungkin. Ini kekerasan kayanya. Liat dari luka lebam di tengkuk. Dan gue rasa ada yang aneh sama dia di bagian vital. Gue liat darah tadi" Mark menoleh saat Jeno bergumam.

"maksud lo? Dia?" Jeno menganggukan kepalanya. "Pikiran gue sama kaya pikiran lo" jawabnya singkat. Mereka berdua terdiam.

"menurut lo, kita harus ngapain?" Jeno bertanya pelan. Mark menoleh dan menghela napas. Ia menepuk bahu Jeno. "Lo tau siapa yang bisa lo hubungi disaat saat seperti ini"

Jeno mengangguk, ia kemudian mengambil ponselnya dan menelepon seseorang yang bisa membantu dirinya saat ini.

"Frederico, i need your help. Tolong cari tahu tentang yeji teman sekelasku. Dari background keluarga, masalah yang pernah dia alami, dan---"

"JENO, LO DENGAN SEENAK JIDAT NYURUH NYURUH GUE TAPI MANA BELANJAAN LO? KITA KELAPERAN"

well damn, doakan besok Jeno baik baik saja ya?

---

Indonesia, 17 Mei 2022

jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini yaaa bestie 👍

REGNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang