REGNO [54]

598 96 1
                                    

Tiga bulan kemudian

sebuah pukulan keras benar benar bergema di sebuah ruangan berukuran 3x4 meter dengan lampu yang temaram. lebih bisa dibilang gelap lebih tepatnya karena hanya ada satu lampu berwarna putih yang sudah tidak lagi memancarkan cahaya yang begitu terang.

Didalam ruangan kecil ini hanya ada satu orang yang sekarang tengah sibuk memukul sebuah benda yang tergantung di ruangannya dengan keras. Tubuhnya yang sekarang hanya memakai celana pendek nampak berkeringat, otot ototnya yang dulu sudah terlihat sekarang nampak akan meledak dari lengannya.

Disampingnya ada beberapa kaleng bir yang menemani beberapa malam terakhirnya untuk merenung. Jam pasir yang memang ia sengaja letakkan untuk menghitung sudah habis dengan sempurna pertanda latihan untuk malam ini sudah selesai.

Tangannya beranjak mengambil handuk yang selalu disediakan untuk dirinya dan beranjak untuk mandi karena dirinya seharian full bertarung dengan pria pria yang merupakan atlet berbagai bela diri sehingga mau tidak mau tubuhnya hari ini banyak berkeringat.

"ya udah makan malem bareng aja" ujarnya sambil menelepon seseorang. Tangannya dengan terampil memakai sebuah kaos polos berwarna hitam dengan celana pendek berwarna hitam miliknya menampilkan kulitnya yang putih.

"iye, sungchan. Jangan bacot. Ntar gue susulin ke sana sama yang lainnya" pria yang tidak lain tidak bukan adalah jeno berujar sambil membuka kaleng bir nya dan berjalan keluar dari ruangan tempatnya tinggal selama tiga bulan belakangan.

Sambil membawa kaleng bir dan ponsel miliknya, jeno kemudian keluar dari ruangan yang berada cukup jauh dari keramaian, letaknya di bawah gedung bertingkat yang menjadi markas utama mereka. Istilahnya mereka tengah mengalami fase ground. Fase dimana mereka harus stay di ruangan bawah tanah selama waktu yang ditentukan untuk mengasah kemampuan mereka dan masing masing dari mereka meninggali tempat yang berbeda beda.

dan sekarang, karena jeno telah menyelesaikan tugas nya, ia kemudian berjalan untuk menyusul saudara-saudara nya yang lain untuk makan malam bersama. Tenang saja, mereka tidak perlu memasak untuk makan malam, kok. Hanya saja mereka berlima harus naik ke ruang makan di gedung atas untuk makan-makanan enak dan mereka tentu saja enggan untuk datang sendiri-sendiri. Terlalu banyak orang yang menyaksikan kedatangan mereka dan itu meresahkan.

Jeno kemudian menyusuri jalanan sepanjang lorong menuju sebuah ruangan yang terlihat lebih besar dari ruangannya yang hanya sepetak dan gelap pula.

Suara letupan senjata menyambut kedatangan dirinya yang masih memegang kaleng bir,  pemandangan sungchan tengah memegang sebuah senjata api dan mengarahkan ke papan bergerak yang berbentuk tubuh manusia.

dor

dor

dor

tiga tembakan bergantian sungchan berikan, satu di kemaluan, satu di jantung, satu di pertengahan alis dari target nya. Jeno yang melihat itu kemudian bertepuk tangan "Nice shoot, sungchan. Ayo kita makan malam" ujarnya membuat sungchan menoleh.

sungchan menganggukkan kepalanya. "beresin ini dulu bentar" ujarnya sambil meletakkan senjata yang baru saja ia pegang diantara senjata senjata lainnya. Tiga bulan belakangan, sungchan menjadi lebih ahli dalam bidang persenjataan. Dari senjata yang bisa ia lempar alias bom hingga laras panjang dengan kecepatan kurang satu detik per tembakan berhasil ia taklukan sendiri.

Walaupun sering dianggap bodoh oleh keempat kakaknya, sungchan memiliki poin tertinggi dalam hal seperti ini. Nilainya bahkan diatas taeyong satu tingkat sehingga taeyong langsung buru-buru merekrut nya menjadi seorang sniper di tim mereka.

REGNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang