REGNO [70]

646 103 2
                                    

"yang lo mau, udah kelar semua" taeyong menoleh kan kepalanya saat seseorang memanggil nya sambil memberikan selembar kertas berisi surat penangkapan yang yang diterbitkan dari kejaksaan.

"thanks, lo emang selalu bisa diandelin" ujar taeyong sambil tersenyum melihat sebuah nama yang terlihat di lembar penangkapan. Target terakhir dan target terberat yang harus dia hadapi. Karena ini kali pertama dia menangkap seorang presiden.

"Minum?" Seulgi duduk di sampingnya menyodorkan sekaleng susu beruang untuk taeyong sementara bir untuk dirinya sendiri. Ia kemudian meletakkan ponsel di samping tempat nya duduk dengan kaki berayun di ketinggian.

Jika kalian ingin tahu dimana dua sejoli ini berkencan, maka akan kuberi tahu kalau taeyong dan seulgi sekarang tengah duduk di atap sebuah gedung berlantai lebih dari lima puluh lantai, tanpa pembatas dan dengan kaki yang digoyangkan di ketinggian.

Kalau ditanya apakah berbahaya? Tentu saja. Orang waras mana yang berkencan diatas gedung lima puluh lantai? Well, secara kenyataan memang mereka berdua tidak ada yang waras.

Tapi sebenarnya mereka berkencan di atas sini tentu saja ada alasannya. Apalagi kalau bukan keamanan. Taeyong yang harus selalu bersembunyi atas pekerjaannya di atas hit dan seulgi yang harus mengadili di atas putih. Mereka sangat berbeda, tapi saling membutuhkan.

Seulgi mengadili orang yang membunuh tapi taeyong sering sekali membunuh orang. Walau lebih banyak orang-orang yang dengan sukarela membunuh dirinya sendiri saat tidak kuat dengan cara interogasi taeyong yang begitu mencekam.

"Kalau baby peanut lahir, dia sekarang seperti nya seumuran dengan kevin, ya?" Seulgi berujar sambil memegang bir kaleng milik nya. Matanya menatap lampu-lampu kendaraan serta lampu lampu gedung tinggi yang menyala begitu terang. Rambutnya yang sudah tidak lagi rapi dalam cepolannya beterbangan.

"dia pasti akan memiliki mata seperti milikmu" taeyong menimpali sambil menatap langit yang malam ini begitu cerah. Kedua tangan nya menyangga tubuhnya.

Bukan hanya seulgi tentu saja yang merasa kehilangan seorang bayi, taeyong pun sama. Sekeras kerasnya ucapannya, sedingin sikapnya, dia tetaplah seorang ayah yang harus ditinggalkan anak nya yang bahkan belum bisa ia lihat wajahnya. Ketika seulgi keguguran pun janin dalam rahimnya belum terbentuk sempurna.

Taeyong merangkul seulgi yang tiba tiba menangis memeluknya begitu erat dari samping. Memeluk wanita yang ia kenal selama hidup di dunia ini. Satu-satunya wanita yang dengan berani mendekat ke arahnya saat taeyong sudah siap mengayunkan pisaunya kala itu.

"Dia sedang apa disana?" Seulgi bertanya sambil terisak. Di dalam hatinya, terkadang saat melihat kevin ia melihat putranya yang seharusnya sekarang sudah lahir dan seumuran dengan Kevin. Ia merasa sakit, merasa tidak bisa menjadi ibu yang berguna. Ia bahkan kala itu tidak sanggup menatap taeyong, merasa bersalah karena tidak bisa menjaga bayi mereka.

"Dia sudah berada di surga. Dia sedang melihat ayahnya menebus dosa" ujar taeyong sambil tersenyum tipis. Tangannya masih senantiasa menepuk nepuk punggung seulgi, ia paham betul seberapa stress seulgi atas kehilangan bayinya. Ia bahkan harus cuti dua Minggu hingga bisa menyadari kalau kematian bayi mereka diakibatkan oleh seseorang.

"Jangan menangis. Dia juga pasti tidak mau melihat mu terus terusan menangis" jemari taeyong beranjak menghapus air mata seulgi yang menetes. Ia kemudian memberikan kecupan di kelopak mata wanita di pelukannya.

"Ayo berkencan" seulgi menatap taeyong yang dibalas tawa dari pria bermata bulat. "Kau tahu aku tidak mau, bukan?" Taeyong berujar membuat seulgi memajukan bibirnya. "kenapa? Ini kali ke 199 aku meminta kita untuk berkencan kau masih saja mengatakan tidak"

REGNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang