[Hanya fiksi]
•••••••
"Kamsahamnida ... "
Seorang laki-laki memakai kaus putih polos dengan dibalut kemeja kotak berwarna merah itu menggendong tas gendongnya yang sedikit berisik karena beberapa aksesoris, lalu membuka pintu taksi. Celana jeans hitam selalu berhasil membuat kakinya semakin terlihat panjang itu menyempurnakan penampilannya.
Tangannya merogoh saku tasnya, dan mengambil masker putih lalu memakaikannya. Ia membenarkan poninya agar sedikit menutupi wajahnya, untuk penyamarannya. Salahkan kecerobohannya yang lupa membawa hoodie atau jaket.
Drrttt drrtt
"Eomma?"
Benda persegi panjang itu ia tempelkan di telinganya, ia pun berjalan sedikit waspada tapi berusaha senatural mungkin.
"Sudah sampai?"
"Aku baru sampai bandara eomma, aku akan menelepon eomma saat sudah sampai di Shanghai."
"Jisung-ah kenapa kau pergi sendirian? Eomma akan menemanimu heum?"
Park Jisung menyerahkan paspornya.
"Jangan khawatir eomma, anak eomma sudah dewasa. Aku bisa melakukan hal-hal seperti ini. Hanya tiga hari eomma, aku akan kembali."
Terdengar helaan napas panjang dari seberang telepon. Jisung meringis pelan, merasa bersalah.
Jisung menerima paspornya lagi, lalu menuju pesawat.
"Apa aku membuat eomma khawatir lagi? Maaf ... Haruskah aku kembali?"
"Tidak perlu. Jenguklah Chenle, dan temui keluarganya. Telepon eomma jika kau ingin menangis, arraseo?"
Jisung mendudukkan pantatnya di kursi pesawat. Ia tersenyum tipis, sudah menduga jawaban eommanya.
"Baiklah eomma. Eomma aku sudah berada di pesawat, aku matikan teleponnya."
Jisung pun mematikan sambungan telepon, dan mengaktifkan mode terbang di ponselnya. Ia memasang airpods ke kedua telinganya, dan memutar musik.
Pesawat mulai lepas landas. Jisung menatap jendela dengan ekspresi yang tidak bisa di deskripsikan.
Senang, akhirnya ia akan menjenguk Chenle. Tapi, ia juga takut.
Jisung takut menerima kenyataan bahwa Chenle benar-benar sudah tidak ada di sampingnya.Jisung ingin menjenguk Renjun juga, mungkin nanti jika ada waktu Jisung akan menjenguk Renjun juga. Entahlah, semua belum terencana. Bahkan Jisung pergi ke Shanghai tidak ada rencana.
Jisung menarik napasnya, lalu membuangnya. "Shanghai aku datang," bisik Jisung.
Telapak tangan lebar Jisung ia tempelkan di dada kirinya. Jantungnya berdetak kencang.•••••••
"Wahh!!"
Jisung berlari kecil di bandara itu. Ia terkagum dengan, entahlah dengan banyaknya orang atau dengan Shanghai. Atau, kagum dengan hal lainnya. Tidak ada yang bisa membaca pikiran Jisung.
Jisung mengedarkan pandangannya, ia menggerakkan kepalanya dengan lucu. Mulutnya terbuka, dan matanya berbinar.
"Wahh yeppeuda!"
Jisung berjalan menuju keluar bandara. Ia masih sibuk melihat sekeliling seraya berjalan. Kenapa Jisung sangat kagum? Ada yang tau? Apakah ada yang istimewa dari bandara?
Jisung menghentikan langkahnya, menatap tiang saka yang besar di depannya. Kepalanya mendongak ke ujung tiang tersebut, membuat mulutnya sedikit terbuka. Sangat lucu.
Tangan Jisung memegang tiang tersebut, lalu mengusapnya. Sekali lagi, entahlah kenapa Jisung melakukan hal itu.
Setelah puas mengagumi tiang saka, Jisung pun benar-benar keluar dari bandara. Saat sudah hendak menghentikan taksi, Jisung mengernyit lalu menundukkan kepalanya. Jisung terlihat sedang berpikir. Kedua tangannya terulur untuk memegang pelipisnya.
"Keunde, di mana rumah Chenle? Aku tidak tau alamat rumah Chenle, bagaimana caraku pergi ke rumah Chenle?" Jisung bergumam kecil pada dirinya sendiri, lalu mengerang kecil.
Jisung benar-benar harus mengurangi kecerobohannya.Drrttt drrtt
Jisung merogoh ponsel di saku celananya, dan langsung mengangkatnya.
"Sudah sampai di Shanghai?"
"Eo? Eomma eottoke arraseo?"
Jisung memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di bandara. Ia masih belum tau tujuannya, jadi lebih baik duduk beristirahat.
"Karena kau menjawab telepon eomma."
Jisung menganggukkan kepalanya, mulutnya terbuka membentuk huruf A.
"Lalu, apa kau akan ke rumah Chenle?"
"Ani. Eommaa, aku tidak tau alamat rumah Chenle. Aku lupa menanyakannya pada manajer hyung."
"Aigoo ... Selalu saja ada yang terlupa. Kalau begitu telepon manajer Jung, dan tanyakan alamatnya."
"O, benar juga! Eomma memang pintar."
Terdengar kekehan kecil. Sebenarnya bukan eomma yang pintar, tapi Jisung yang buffering.
"Kalau begitu aku akan menelepon manajer sekarang, eomma."
Panggilan dengan eomma diputuskan, Jisung beralih menelepon manajer Jung.
"Jisungie?"
"Hyung! Hyung aku ingin bertanya."
"Bertanya apa? Tapi aku juga ingin bertanya padamu. Apa kau pergi ke Shanghai?"
"Nee! Aku ingin ke rumah Chenle, tapi aku tidak tau alamat rumahnya. Hyung tau?"
"Jisung-ah!! Kenapa kau pergi? Kau tau, kau sekarang sedang menjadi perhatian publik. Kenapa kau—"
"Taeyong Hyung bilang ini hari libur ku Hyung ... Tolong jangan marahi aku. Aku akan menenangkan pikiranku di sini, melakukan apapun semauku, lalu akan kembali setelah tiga hari."
"Tapi Jisung-ah kau—"
"Hyung, alamat rumah Chenle."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 1. I'm Alone : Park Jisung
Fanfiction[Lengkap] Apa yang akan terjadi, jika Jisung tanpa Hyungnya? Bagaimana jika suatu hari, Jisung kehilangan Hyung-hyungnya? . . . ⚠️Don't PLAGIAT! Start : 4 Mei 2022 Finish : 17 Juni 2022