[Hanya fiksi]
•••••••
Jisung memakan bungeoppang, duduk di sofa dan mengayunkan kakinya lucu. Matanya menatap lurus ke televisi yang menampilkan acara variety show. Sesekali Jisung melebarkan matanya kagum, lalu tertawa kecil.
Eomma Jisung yang melihat itu tersenyum lebar, membuat wajahnya menjadi cantik. Sudah lama ia tidak melihat anak bungsunya tertawa tanpa beban seperti itu. Duduk santai sambil memakan snack kesukaannya. Eomma Jisung sangat lega dengan kedatangan Chenle.
Ya, awalnya beliau sangat terkejut dan syok saat melihat sosok yang ia kira sudah tiada berada di kamar anaknya, berebut mangkuk bubur dengan Jisung.
Padahal ia yakin, jika bukan karena Chenle pasti Jisung sama sekali tidak menyentuh mangkuk buburnya.
Tapi sayangnya Chenle tidak tinggal di Korea untuk waktu yang lama. Chenle hanya mampir ke sini, dan sekarang sudah terbang menuju Amerika. Chenle akan berkuliah di MIT.
Eomma Jisung menoleh ke arah pintu saat suara bel pintu terdengar, Jisung juga menoleh.
"Biar eomma saja," ucap eomma Jisung.
Jisung pun mengangguk, lalu kembali melahap bungeoppang. Eomma Jisung terkekeh kecil, lalu melangkah menuju pintu, dan membuka pintu.
Eomma Jisung membeku di tempatnya saat melihat siapa yang berdiri di depannya.
Seorang wanita paruh baya, dan seorang laki-laki yang duduk di kursi roda. Mereka adalah Mark, dan Mamanya.
"Eomma, siapa yang datang?"
Jisung menjatuhkan bungeoppangnya saat ia melihat siapa yang datang. Mark menatap Jisung penuh penyesalan. Ia datang untuk meminta maaf.
"H–hyung ... "
Jisung tidak tau tentang Chenle pergi ke rumah sakit."Jisung-ah Hyung ingin—"
"Jika kau ingin menyalahkan anakku, sebaiknya kau pergi Mark. Jisung baru saja bisa tertawa, tidak lagi mengurung diri. Ahjumma mohon padamu, jangan buat Jisung terpuruk lagi."
Eomma Jisung menyatukan tangannya, memohon membuat Mama Mark maupun Mark panik. Jisung menggeleng, lalu menghampiri Mark.
"Eomma kenapa seperti itu. Hyung, ma–masuklah ... "
Jisung menundukkan kepalanya, tidak berani menatap mata Mark.
Mark yang melihat itu semakin merasa bersalah. Ia sudah keterlaluan, dan membuat Jisung takut padanya."Eomma, apa eomma punya teh atau kopi untuk Mark Hyung dan Mama Mark Hyung?"
"Tidak Jisung-ah. Hyung tidak ingin minum, kau dan ahjumma duduklah."
Mereka berempat pun pergi ke ruang tamu. Eomma Jisung memalingkan wajahnya, masih tidak suka dengan keberadaan Mark. Beliau sama sekali tidak ingin memandang wajah tamunya.
"Jisung-ah, mianhae."
Jisung mengibaskan tangannya. "Kenapa Hyung minta maaf padaku? Hyung tidak bersalah—"
"Hyung sangat bersalah Jisung-ah ... "
"Sepertinya Hyung tidak menerima kenyataan, kalau Hyung yang menyebabkan kecelakaan itu. Akhirnya Hyung mengubah ingatan Hyung, dan ingatan Hyung menjadi kacau. Maafkan Hyung, Jisung-ah ... "
Tidak ada yang berniat merespon ucapan Mark. Mereka tidak tau harus mengatakan apa.
"Hyung menyetir mobil waktu itu, jadi bisa dibilang Hyung penyebab kecelakaan itu. Tapi, Hyung malah menyalahkan mu."
"Hyung, kecelakaan itu sudah takdir."
Jisung tidak ingin Mark menyalahkan dirinya. Ia tau benar, menyalahkan diri sendiri itu sangat menyakitkan. Bagaimanapun, Mark juga korban di sini.
"Hyung jangan meminta maaf, Hyung tidak bersalah. Semua ini adalah takdir. Hyung, aku senang kau tidak membenciku lagi. Jadi itu sudah cukup bagiku."
Mark merentangkan tangannya, dan Jisung pun bergegas memeluk Mark. Air mata membasahi pipi kedua laki-laki itu.
"Maafkan hyung Jisung-ah ... "
"Aniya hyung, jangan meminta maaf."
Eomma Jisung maupun Mama Mark meneteskan air mata, terharu dengan suasana. Anak-anak yang menurut mereka masih anak kecil sudah dewasa. Mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri.
Akhir bahagia dari masa gelap Park Jisung mulai terlihat.
Mark menghapus postingan tentang ia menyalahkan Jisung, dan meminta maaf secara resmi di acara pers.
Sesuai rencana awal, Mark keluar dari SM dan NCT.
Mark tidak bisa lagi menjadi idol, dan artis. Mark kembali ke Kanada.Sementara Jisung sudah mendapatkan simpati publik lagi. Mereka menyesal karena sudah menyalahkan Jisung.
Jisung akan kembali beraktivitas sebagai NCT sebagai unit 127.Jisung juga masih berhubungan dengan Chenle, dan tidak ada lagi alasan ponsel jatuh di selokan. Selain Chenle, Jisung juga berkomunikasi dengan Mark.
Bahkan group chat NCT Dream kembali hidup meskipun hanya tiga orang yang mengirim pesan. Jisung bahagia dengan itu. Ia sudah merasa cukup, ya, meskipun sesekali ia menangis saking merindukan Renjun, Haechan, Jaemin, atau Jeno.
"Chenle-ya!!"
"Sekarang apa lagi? Ku bilang jangan meneleponku terus. Kau harus menceritakan apa yang kau ceritakan padaku kepada 127 Hyung!"
Jisung cemberut. "Wae? Apa kau mulai bosan Chenle-ya?"
"Iya, aku bosan menerima cintamu yang begitu besar padaku. Aku akan ke laboratorium, ku matikan!"
Hampir saja Jisung menjauhkan ponselnya dari telinganya, tapi ia kembali menempelkannya saat terdengar suara Chenle lagi.
"Kau tidak sendirian Jisung-ah. Buka matamu, dan lihat ada Hyung 127. Berbagilah pada mereka, pasti mereka bersedia menjadi tempatmu berbagi cerita."
"Kau bisa menunjukkan pribadimu pada mereka. Jangan terlalu tertutup dan menyendiri."
"Jisung-ah ... Kau bukan sendirian, tapi kau yang menutup diri. Kau harus tau itu, dan kau harus berubah."
"Ku matikan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 1. I'm Alone : Park Jisung
Fanfiction[Lengkap] Apa yang akan terjadi, jika Jisung tanpa Hyungnya? Bagaimana jika suatu hari, Jisung kehilangan Hyung-hyungnya? . . . ⚠️Don't PLAGIAT! Start : 4 Mei 2022 Finish : 17 Juni 2022