Mark Hyung

2.5K 257 1
                                    

Rambut putih yang tidak bisa disembunyikan walaupun sudah ditutup dengan topi hitam. Jisung mematut dirinya di cermin full length. Ia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit, dan sekarang ia akan pergi ke ruang rawat Mark, lalu ke pemakaman Hyungnya.

Jisung merasa senang akhirnya ia bisa pergi, tapi juga takut, dan sedih menjadi satu. Sungguh, apakah Hyungnya sekarang sudah tiada?

Tangan besarnya gemetar membayangkan perasaannya saat bertemu Mark, atau datang ke pemakaman. Jisung, ketakutan. Ia masih merasa semuanya adalah mimpi.

Kaus hitam berlengan panjang, dan Levis hitam menjadi outfit Jisung kali ini. Jisung hendak memakai maskernya, manajer menahannya.

"Tidak ada fans yang datang di kamar Mark. Kau tidak perlu begitu tertutup. Lagipula, kau bukan penjahat hingga harus menyamar hanya untuk menemui Mark. Heum?"

Jisung mengangguk kecil.
Saat ini jantungnya berdetak kencang, napasnya juga tidak teratur. Ia masih tidak siap melihat keadaan Mark.

Manajer menepuk pundak Jisung, memamerkan senyum hangatnya.

"Ada Hyung," bisiknya.

Mereka berdua pun berjalan keluar dari kamar rawat Jisung, menuju lantai atas tempat Mark dirawat.

Saat di lift, Jisung menggigit bibir bawahnya merasa gugup. Manajer yang melihat itu memahami perasaan Jisung. Ia paham, Jisung pasti sangat terkejut dan takut. Hal yang sangat besar ini terjadi begitu tiba-tiba, mengejutkan semua orang.

Jisung adalah orang yang paling dekat dengan mereka berenam, jadi sudah sewajarnya Jisung ketakutan.

"Jisung-ah ... "

Jisung menoleh, menatap manajernya yang terlihat mengkhawatirkannya.

"Aku tidak apa-apa Hyung, cepat buka pintunya."

Pintu yang tidak memakai pin, hanya butuh di dorong saja. Tapi, Jisung tidak berani melakukannya.

Manajer pun membuka lebar pintunya. Seketika mata Jisung menangkap seorang laki-laki yang terbaring lemah di atas brankar itu.

Mulutnya terbuka, membuat tangannya terulur untuk menutup mulutnya. Air mata tidak bisa dibendung.

Mark menutup matanya. Perban di kepalanya, dadanya dipasang banyak kabel. Dan yang membuat Jisung terkejut adalah, kaki kanan Mark yang diperban. Kaki kanan Mark patah ...

Manajer membuka selimut yang menutupi kaki Mark, menunjukkannya pada Jisung. Manajer sengaja melakukannya. Hal itu membuat hati Jisung sakit dan lidahnya kelu tidak bisa berkata-kata.

"H–Hyung ... A–apa, apa yang terjadi?"

Lidah Jisung kelu, hingga ucapannya tergagap. Ia benar-benar terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya.

"Kaki Mark terhimpit, dan ... "

Manajer menggantung kalimatnya.
Tubuh Jisung meluruh, jatuh ke lantai. Ia kembali menangis.

"Saat ini Mark masih koma, dokter tidak tau kapan Mark akan bangun. Tapi, Hyung khawatir pada Mark setelah bangun dan mengetahui tentang kakinya."

"Hyung ... "

Hanya kata itu yang keluar dari bibir Jisung. Ia tidak tau lagi harus bagaimana dan mengatakan apa.

"Mark akan keluar dari NCT setelah bangun dari komanya."

Jisung menatap tajam manajernya. Wajahnya dipenuhi air mata.

"Hyung!!" bentaknya.

Jisung tidak pernah marah, ini adalah pertama kalinya. Ia tidak terima manajernya mengatakan hal buruk seperti itu.

"Jisung-ah bahkan untuk berjalan saja Mark harus menggunakan tongkat atau kursi roda. Bagaimana Mark bisa melakukan dance?"

Benar.

Memang seperti itu adanya. Tapi, tidak adakah jalan keluar?
Tidak adakah yang namanya donor kaki?
Jisung memukul kepalanya, merasa sangat frustasi. Manajer langsung menahan tangan Jisung.

"Andwae Jisung-ah ... "

"Hyung, bagaimana ini bisa terjadi?" ucap Jisung disela tangisnya.

"Hyung, kenapa mereka mengalami ini?"

"Kenapa hanya aku yang tidak mengalami ini? Seharusnya aku juga mati dan kehilangan kakiku."

"Jisung-ah!!"

Keduanya menoleh saat seseorang dari belakang berseru.
Wanita paruh baya dengan wajah kebarat-baratan membawa kresek hitam entah berisi apa.

Wanita itu menghampiri Jisung, dan memeluk erat Jisung.

"Jangan katakan itu Jisung-ah. Kau harus bersyukur karena kau baik-baik saja. Tuhan tidak suka jika makhluknya berbicara seperti itu."

"Tuhan?" ulang Jisung.

"Mark akan sembuh, kau tidak boleh bersedih seperti ini. Kau bukan orang yang paling sakit, Mark lebih sakit karena dia satu-satunya yang selamat dari lima lainnya. Pikirkan perasaan Mark."

"Kau harus bersyukur, dan selalu di samping Mark."

"Ini bukan salahmu, dan tidak ada yang menyalahkan mu."

"Ahjumma nuguya?" tanya Jisung, polos.

Wanita paruh baya itu menghapus sisa air matanya. "Eommanya Mark."


"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓] 1. I'm Alone : Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang